
Danantara Siapkan Dana Besar Dorong “Indonesian Wave” Tandingi K-Pop
- Danantara Indonesia akan mempelajari bagaimana industri media dan hiburan di Korea Selatan bisa terus maju dan terkenal ke seluruh dunia.
Tren Leisure
JAKARTA – Indonesia tidak mau terus-menerus hanya jadi pasar budaya pop Korea. Melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara, pemerintah mulai merancang skema investasi jangka panjang di sektor industri kreatif, termasuk ranah musik, hiburan, dan budaya populer.
Langkah ini mulai terlihat dari sinyal kuat pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan Korea Selatan, negara yang terbukti sukses mengekspor K-Pop, K-Drama, hingga K-Fashion sebagai soft power global.
Tapi kali ini, bukan hanya untuk transfer teknologi atau pelatihan, melainkan juga investasi strategis agar talenta Indonesia bisa tampil sebagai produsen, bukan cuma penikmat.
- Rekomendasi Server VPS Terbaik dan Termurah untuk Kebutuhan Website Bisnis dan Aplikasi di Indonesia
- Inilah Komoditas-komoditas Desa yang Diam-diam Kuasai Pasar Dunia
- Penyaluran Pembiayaan FLPP BRI Tembus Rp9,1 Triliun
“Yang menarik sebenarnya itu soal media industri. Karena di Korea Selatan itu penduduknya walaupun kecil yang bisa bahasa Korea, tapi bisa membuat bahasa Korea menjadi internasional. Melalui musik, melalui film, dan seterusnya,” kata Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Sjahrir di acara “Korea-Indonesia Economic Partnership Forum” di Hotel St.Regis, Jakarta.
Danantara Indonesia akan mempelajari bagaimana industri media dan hiburan di Korea Selatan bisa terus maju dan terkenal ke seluruh dunia. Seiring dengan itu, pihaknya juga membuka peluang kerja sama investasi dengan Korea Selatan di sektor itu untuk mendorong budaya Indonesia menjadi lebih terkenal ke seluruh dunia.
Danantara sendiri diproyeksikan mengelola dana jumbo hingga ratusan miliar dolar AS. Salah satu fokus utamanya adalah menyasar sektor-sektor ekonomi baru, termasuk industri hiburan berbasis digital.
Investasi ini tak hanya akan digunakan untuk mendanai produksi musik dan konser, tapi juga membangun infrastruktur seperti studio rekaman modern, pusat pelatihan talenta, hingga platform distribusi digital.
Pandu menyadari, selama ini anak muda Indonesia memang aktif sebagai penggemar budaya Korea, dari konser hingga drama. Namun dominasi ini juga menandakan ketimpangan, Indonesia menjadi pasar ekspansi K-Pop yang besar, namun belum mampu mengekspor budaya populernya sendiri dalam skala regional, apalagi global.
Namun ambisi membangun “Indonesian Wave” bukan tanpa tantangan. K-Wave dibangun selama puluhan tahun, dengan infrastruktur kuat, dukungan pemerintah, industri hiburan yang solid, dan kolaborasi erat antara sektor publik dan swasta.
Sementara ekosistem kreatif Indonesia dinilai masih lemah secara struktural kurangnya pelatihan formal, distribusi yang belum merata, dan dominasi konten asing di platform digital.
Isu lain yang mencuat adalah soal regulasi dan perlindungan terhadap UMKM dan pelaku industri lokal. Masifnya produk impor, dari barang hingga hiburan, membuat persaingan semakin berat. Tanpa proteksi dan strategi afirmatif, talenta lokal bisa kalah sebelum sempat unjuk gigi.
Meski begitu, peluang tetap terbuka lebar. Indonesia memiliki modal penting demografi muda, fandom digital yang besar, serta kekayaan budaya yang bisa diolah ulang jadi kekuatan ekonomi. Kini tantangannya adalah bagaimana membuat budaya lokal tampil relevan, keren, dan layak viral di mata dunia.
Dengan dukungan modal raksasa dari Danantara, inisiatif “Indonesian Wave” bisa menjadi langkah nyata untuk keluar dari bayang-bayang K-Pop dan mulai mengangkat budaya lokal ke panggung global. Namun agar tidak jadi euforia sesaat, gerakan ini harus disertai dengan investasi serius, strategi keberlanjutan, dan peran aktif generasi muda sebagai kreator, bukan sekadar konsumen.