Serah Terima Bus Listrik - Panji 5.jpg
Tren Global

BYD Kian Tangguh, Dominasi Tesla Terancam Runtuh

  • Dengan teknologi canggih dan harga terjangkau, BYD makin mendominasi pasar global, meninggalkan Tesla yang belum juga meluncurkan model murahnya.

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA – Posisi Tesla sebagai pelopor kendaraan listrik dunia kini berada di ujung tanduk. Di tengah pertumbuhan pesat industri mobil listrik secara global, pesaing utama asal China, BYD (Build Your Dreams), tampil semakin dominan. Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, sejumlah analis memprediksi dominasi Tesla bisa sepenuhnya tergeser jika tren ini terus berlanjut.

Pada 2024, BYD mencatatkan pendapatan sebesar US$107 miliar (sekitar Rp1.774 triliun), melampaui Tesla yang meraih US$97,7 miliar (sekitar Rp1.620 triliun). Pendapatan BYD naik 29% secara tahunan, ditopang oleh lonjakan penjualan mobil listrik murni dan hibrida.

Sebaliknya, Tesla mengalami tren penurunan penjualan. Pada kuartal pertama 2025, penjualan Tesla anjlok 13% secara tahunan menjadi 336.681 unit. Penurunan berlanjut di kuartal kedua dengan penjualan 384.122 unit, turun 13,5% dari tahun sebelumnya.

Di saat Tesla menurun, BYD terus melaju. Pada kuartal IV 2024, penjualannya mencapai 595.413 unit, jauh di atas Tesla dengan 495.570 unit. Tren ini berlanjut di kuartal pertama 2025 dengan kenaikan penjualan 39% menjadi 416.399 unit. Pangsa pasar BYD diproyeksikan mencapai 15,7% dari total pasar EV global pada 2025.

Pasar Eropa dan AS: Reputasi Tesla Merosot

Penurunan Tesla sangat terasa di Eropa. Pada April 2025, penjualan Tesla di kawasan ini turun drastis 52,6% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Sebaliknya, BYD justru memperkuat cengkeramannya di pasar Eropa dan Asia Tenggara, wilayah yang lebih terbuka terhadap ekspansi produsen mobil China.

Di Amerika Serikat, negara asalnya sendiri, Tesla menghadapi sentimen negatif dari publik. Keterlibatan Elon Musk dalam politik, khususnya dukungannya terhadap Partai Republik, memicu penolakan dari sebagian besar pemilih Partai Demokrat yang sebelumnya merupakan konsumen loyal Tesla. Survei terbaru menunjukkan bahwa 32% konsumen AS kini secara aktif menghindari Tesla, naik 5% dari tahun sebelumnya.

Sementara BYD belum masuk pasar AS akibat tarif impor sebesar 100%, perusahaan itu justru mengalihkan fokus ekspansinya ke wilayah lain yang lebih bersahabat, seperti Eropa dan Asia.

Pasar Indonesia: BYD Menangi Kelas Menengah, Tesla Tersingkir

Di Indonesia, Tesla nyaris tak terlihat dalam daftar 10 besar penjualan mobil listrik. Harganya yang tinggi membuat Tesla hanya menjangkau segmen premium. Model Tesla termurah, Model 3 Standard, dibanderol Rp1,5 miliar. Sementara Model Y Long Range mencapai Rp1,9 miliar, dan Model S Plaid bahkan menembus Rp4 miliar.

Sebaliknya, BYD tampil agresif dengan menyasar kelas menengah. Model BYD Dolphin dijual Rp369 juta, Atto 3 Rp470 juta, dan Seal Premium Rp639 juta. Harga yang jauh lebih terjangkau membuat BYD mampu menguasai pasar dengan lebih luas.

“Faktor keberhasilan lainnya adalah integrasi vertikal. Sejumlah besar komponen dibuat sendiri oleh BYD sehingga kualitas tetap terjaga dan biaya produksi bisa ditekan,” tulis platform digital Auto Cango, dikutip Senin, 7 Juli 2025.

Dukungan pemerintah Indonesia terhadap mobil listrik, seperti pembebasan PPnBM dan PPN, turut mendorong lonjakan penjualan EV sebesar 43,4% secara tahunan pada kuartal pertama 2025. BYD memanfaatkan momentum ini dengan sangat baik.

Teknologi: Inovasi BYD Ungguli Tesla

Dalam aspek teknologi, BYD tak kalah menggigit. Perusahaan ini berhasil merilis baterai 10C dan sistem arsitektur 1.000V yang memungkinkan pengisian daya super cepat: hanya 5 menit untuk jarak tempuh 400 km. Inovasi ini jauh mengungguli teknologi Supercharger Tesla yang hanya mampu mengisi daya sejauh 275 km dalam 10 menit.

Selain itu, teknologi Blade Battery milik BYD dianggap revolusioner karena lebih aman dan tahan terhadap suhu ekstrem. Teknologi ini juga disematkan pada model-model entry-level mereka. Fitur keselamatan seperti sistem bantuan pengemudi (ADAS) sudah tersedia bahkan di model dasar BYD.

“Keberhasilan besar BYD berasal dari inovasi teknologinya, terutama Blade Battery yang menawarkan keamanan dan daya tahan lebih baik daripada baterai lithium-ion konvensional,” tulis Auto Cango. Sementara itu, Tesla masih tertatih-tatih meluncurkan model murah yang sempat diumumkan sejak lama. Penundaan ini memperlambat penetrasi Tesla ke segmen pasar menengah global.

Saham Anjlok, Masa Depan Tesla Terancam

Selama 2024, saham Tesla anjlok 31% akibat melemahnya penjualan dan boikot konsumen, terutama di Eropa. Sebaliknya, saham BYD naik 46%, seiring optimisme pasar terhadap pertumbuhan dan inovasinya.

Pada 2025, BYD menargetkan penjualan global sebesar 5,5 hingga 6 juta unit, dengan ekspor yang diperkirakan melonjak 100% menjadi 800.000 unit. Mulai 2027, sebagian besar keuntungan BYD ditargetkan berasal dari pasar internasional.

"BYD telah mengambil langkah strategis dengan memasuki lebih dari 60 negara dan menyesuaikan produknya dengan selera pasar lokal,” tulis laporan tersebut.

Sementara itu, Tesla menghadapi tekanan untuk menjual lebih dari 1 juta unit di paruh kedua 2025 demi mencegah penurunan tahunan. Ancaman lainnya datang dari kebijakan dalam negeri AS. Presiden terpilih Donald Trump dikabarkan mempertimbangkan pencabutan subsidi kendaraan listrik senilai US$7.500 per unit. Jika benar terealisasi, Tesla bisa kehilangan daya saing di pasar domestik.

Dengan inovasi yang melambat, strategi harga yang kurang bersaing, dan reputasi yang semakin tergerus, Tesla menghadapi tantangan eksistensial untuk mempertahankan dominasinya di pasar mobil listrik global.

Sementara itu, BYD melaju kencang sebagai pemain baru yang tidak hanya menawarkan teknologi tinggi dan efisiensi, tetapi juga strategi ekspansi global yang cerdas dan adaptif. Jika Tesla tidak segera berbenah, era kejayaan mereka bisa saja benar-benar berakhir dan digantikan oleh kekuatan baru dari timur.