<p>Sumber: polity.org.za</p>
Energi

Bukan Sekadar Alternatif, Jepang Pertaruhkan Masa Depan pada Mobil Hidrogen

  • Ekonomi hidrogen disebut akan mengalami percepatan menuju tahap komersialisasi di berbagai negara, didorong oleh investasi besar serta pengembangan teknologi untuk mendukung dekarbonisasi sektor-sektor utama, seperti transportasi, energi, dan industri.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Hidrogen akhir-akhir ini semakin diperbincangkan lantaran disebut sebagai salah satu sumber energi bersih yang menjanjikan untuk mengurangi polusi udara dan emisi karbon.

Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai sumber, termasuk air (hidrogen hijau), gas alam (hidrogen biru), dan bahkan biomassa. Saat digunakan sebagai bahan bakar, hidrogen menghasilkan uap air sebagai produk sampingan, bukan emisi karbon.

Menurut, Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada April 2025. Permintaan hidrogen diproyeksikan mencapai 883,8 ribu ton pada 2030, meningkat menjadi 1,9 juta ton pada 2040, lalu 5,7 juta ton pada 2050, dan mencapai 11,8 juta ton pada 2060.

Perkembangan Pemanfaatan Global

Secara global, industri hidrogen terus menunjukkan perkembangan yang pesat. Negara-negara maju seperti Jepang menargetkan permintaan hidrogen mencapai 12 juta ton per tahun pada 2040 dengan total investasi sebesar US$98,8 miliar. Sementara itu, Uni Eropa menetapkan target produksi hidrogen sebesar 20 juta ton pada 2030.

Ekonomi hidrogen disebut akan mengalami percepatan menuju tahap komersialisasi di berbagai negara, didorong oleh investasi besar serta pengembangan teknologi untuk mendukung dekarbonisasi sektor-sektor utama, seperti transportasi, energi, dan industri.

Jepang, Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan China telah menginisiasi proyek-proyek hidrogen berskala besar yang berfokus pada peningkatan kapasitas produksi, distribusi, serta pemanfaatan hidrogen rendah karbon atau hidrogen hijau.

Pemanfaatan Hidrogen di Jepang

Hidrogen digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan berbasis sel bahan bakar (FCEV), termasuk  bus, truk, dan kereta api. Jepang, Korea Selatan, Jerman, dan Amerika Serikat telah mengembangkan infrastruktur hidrogen, termasuk jaringan stasiun pengisian bahan bakar, guna mendukung adopsi  FCEV secara lebih luas. 

Hidrogen juga diterapkan dalam proyek  percontohan untuk kapal laut dan kereta api bertenaga hidrogen. Jepang memiliki strategi besar untuk meningkatkan konsumsi hidrogen hingga mencapai 12 juta ton per tahun pada 2040. 

Pemerintah berencana menginvestasikan lebih dari 15 triliun yen (sekitar US$98,8 miliar) dalam 15 tahun mendatang untuk teknologi hidrogen, termasuk untuk transportasi, pembangkit listrik, dan penyimpanan energi.

Di bidang transportasi, targetnya adalah memperkenalkan hingga 800.000 kendaraan sel bahan bakar (FCEV), 1.200 bus sel bahan bakar, dan 10.000 forklif berbasis hidrogen pada 2030, dengan rencana membangun hingga 320 stasiun pengisian hidrogen pada 2025. 

Selain itu, proyek strategis “Fukushima Hydrogen Energy Research Field” mampu memproduksi sekitar 1.200 Nm³/h hidrogen dari energi terbarukan melalui elektrolisis. Di sektor energi, sejumlah negara maju seperti Jepang dan Jerman mulai mengintegrasikan hidrogen ke dalam sistem ketenagalistrikan. 

Mereka memanfaatkan turbin hidrogen pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebagai alternatif bahan bakar fosil. Data dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa pada tahun 2019, hanya tiga negara yaitu Prancis, Jepang, dan Korea Selatan yang memiliki strategi hidrogen nasional. 

Namun, pada akhir tahun 2021, jumlah ini telah meningkat secara signifikan. Setidaknya 17 negara telah merilis strategi hidrogen, dan lebih dari 20 negara telah mengumumkan secara terbuka bahwa mereka sedang mengembangkan strategi hidrogen.

Bagaimana di Indonesia?

Mobil hidrogen atau FCEV menggunakan teknologi fuel cell untuk mengonversi hidrogen menjadi listrik, yang kemudian digunakan untuk menggerakkan motor listrik.

Teknologi tersebut menawarkan keunggulan seperti nol emisi, pengisian bahan bakar yang lebih cepat dibanding kendaraan listrik berbasis baterai, dan jarak tempuh yang lebih jauh.

"Pada fase inisiasi 2025-2034, dalam sektor transportasi dimulai dengan proyek pilot dan komersialisasi stasiun pengisian bahan bakar hidrogen (SPBH), serta uji coba mobil dan kendaraan berbasis fuel cell," kata Kementerian ESDM dalam laporannya.

Selain itu, dilakukan proyek pilot serta komersialisasi untuk bus dan truk berat berbahan bakar hidrogen, yang ditutup dengan komersialisasi FCEV yang ditargetkan mencapai 3.000 unit pada tahun 2030.

Pemerintah kemudian menargetkan tren mobil FCEV akan terus berkembang hingga mencapai 3,6 juta unit pada 2060.