
BSU 2025: Data Masih Amburadul, 1,3 Juta Pekerja Gugur Verifikasi
- Berasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) anggaran BSU digelontorkan sebesar Rp10,72 triliun menyasar 17,3 juta pekerja bergaji hingga Rp3,5 juta per bulan.
Tren Ekbis
JAKARTA - Pemerintah kembali menggelontorkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) pada Juni–Juli 2025 sebagai bagian paket stimulus ekonomi. Alokasi anggarannya mencapai Rp10,72 triliun untuk menjangkau sekitar 17,3 juta pekerja berpenghasilan rendah.
Program ini diharapkan memelihara daya beli penerima agar konsumsi rumah tangga tidak tergerus di tengah tekanan ekonomi global. Berasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) anggaran BSU digelontorkan sebesar Rp10,72 triliun menyasar 17,3 juta pekerja bergaji hingga Rp3,5 juta per bulan.
“Ini ditujukan kepada pekerja dan para guru honorer, yaitu pemberian bantuan subsidi upah BSU kepada 17,3 juta pekerja yang memiliki gaji di bawah 3,5 juta atau di bawah upah minimum provinsi, Kabupaten dan kota,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan pers belum lama ini.
Penyesuaian Alokasi BSU 2025
Data terbaru Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) Rp 600 ribu mengalami penyesuaian. Dari sebelumnya 17,3 juta pekerja, kini jumlah penerima berkurang menjadi 15,95 juta orang.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menjelaskan, perubahan jumlah penerima terjadi usai proses verifikasi dan validasi data.
Menurutnya, banyak calon penerima tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. "Jadi 15.950.593 yang terverifikasi. Waktu ngomong 17 juta itu kan target tapi kemudian kita kan verifikasi, validasi," kata Indah beberapa waktu lalu.
Alasannya salah satunya adalah status kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang tidak aktif hingga April 2025. Hingga 22 Juli 2025, Kemnaker mencatat realisasi penyaluran BSU telah mencapai 89,71% dari total 15,95 juta penerima. Indah menargetkan penyaluran bisa rampung sepenuhnya pada akhir Juli ini.
Pertumbuhan Ekonomi Saat Ini
Menurut BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal - 2025 yang dirilis oleh BPS adalah 4,87% secara tahunan (year-on-year), sedikit melambat dibandingkan kuartal sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Ekonomi Indonesia pada triwulan I-2025 tumbuh sebesar 4,87 persen, yang ditopang oleh sektor pertanian yang tumbuh double digit, industri makanan dan minuman yang tetap solid, serta sektor transportasi. Selain itu, Ramadan dan Idulfitri juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi” kata Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam rilis BPS Mei 2025.
Dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa tumbuh solid sebesar 6,78 persen, ditopang oleh peningkatan ekspor beberapa komoditas barang nonmigas seperti lemak & minyak hewan atau nabati; besi & baja; mesin & peralatan listrik; serta kendaraan dan bagiannya.
Peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara juga turut mendorong ekspor jasa. Sedangkan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi 1,38% karena normalisasi belanja pemerintah, dimana pada kuartal I tahun lalu terdapat belanja pemerintah yang besar terkait Pemilu. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) mencatat pertumbuhan 2,12%, melambat di tengah ketidakpastian global.
Sistem Berantakan
Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai seharusnya pemerintah sudah punya sistem pendataan yang rapi dan mutakhir. Namun, faktanya setiap proses pendataan penerima BSU seolah dimulai dari nol.
Proses pencairan bantuan ini dinilai lambat akibat pendataan yang dinilai masih berbelit dan diulang-ulang, padahal sudah beberapa kali dijalankan.
“Ini kan sudah BSU keempat. Seharusnya data penerima yang sudah ada di BPJS Ketenagakerjaan tinggal diperbarui atau diverifikasi cepat. Tapi malah minta konfirmasi ulang nomor rekening, validasi data lagi. Jadi ya molor,” ujar Timboel kepada TrenAsia.id
Tak hanya terlambat, BSU kali ini dinilai rawan ketidaktepatan sasaran penerima. Timboel menyebut banyak pekerja formal dengan gaji di atas upah minimum yang justru lolos menjadi penerima bantuan karena pelaporan gaji yang tak akurat di BPJS Ketenagakerjaan.
“Kadang perusahaan sengaja lapor upah minimum supaya iurannya lebih kecil. Padahal gajinya lebih tinggi. Akhirnya mereka dapat BSU,” jelasnya.