
BRICS Berencana Tumbangkan Dolar AS? Begini Strategi dan Tantangannya
- Hampir semua transaksi lintas negara dari j perdagangan internasional hingga pembayaran utang antarnegara mengalir lewat dolar.
Tren Ekbis
JAKARTA – Awal 2025 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia yang resmi bergabung sebagai anggota penuh BRICS. Bersama Iran, Ethiopia, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir, Indonesia memperluas aliansi ekonomi yang awalnya hanya beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Masuknya anggota baru ini menandai ambisi BRICS untuk semakin memperkuat pengaruh di kancah ekonomi global. Namun, dari berbagai isu strategis yang dibahas, ada satu agenda besar yang diam-diam paling menarik perhatian: bisakah BRICS benar-benar menghadirkan mata uang baru yang mampu menyaingi dominasi dolar AS?
- Penyaluran BSU Lambat karena Pendataan Bertele-tele
- Kebingungan Pekerja Muda Saat BSU Tak Kunjung Cair
- Startup Inggris Ini Bawa Tempe Indonesia Jadi Superfood yang Dicari-cari di Eropa
Dolar AS Masih Jadi Raja Transaksi Global
Saat ini, dominasi dolar AS dalam sistem keuangan internasional masih nyaris tak tergoyahkan. Hampir semua transaksi lintas negara dari j perdagangan internasional hingga pembayaran utang antarnegara mengalir lewat dolar.
Beberapa alasan yang membuat dolar begitu dominan adalah:
- Dolar dianggap mata uang paling stabil.
Jaringan keuangan dan perbankan Amerika Serikat tersebar luas. - Sebagian besar cadangan devisa negara-negara di dunia disimpan dalam bentuk dolar. Dengan keunggulan sistemik seperti ini, menggantikan dolar bukan perkara mudah. Selama belum ada alternatif yang sama kuat dan dipercaya, posisi dolar relatif aman.
BRICS Mau Ubah Permainan
Namun, BRICS paham betul bahwa ketergantungan pada dolar juga menyimpan risiko politik dan ekonomi. Negara-negara anggota ingin mengurangi kerentanan terhadap tekanan sanksi atau kebijakan moneter Amerika Serikat yang bisa berdampak ke seluruh dunia.
Untuk itu, BRICS mulai membangun jalur pembayaran alternatif. Beberapa inisiatif yang sudah berjalan atau dikembangkan antara lain:
- CIPS (Cross-Border Interbank Payment System) dari Tiongkok.
- SPFS (System for Transfer of Financial Messages) dari Rusia.
- BRICS Pay, platform pembayaran digital yang sedang dalam tahap pengembangan untuk memfasilitasi transaksi lintas negara tanpa perlu dolar sebagai perantara. Meski teknologi menjadi bagian penting, kunci sukses sistem alternatif ini sebenarnya terletak pada kepercayaan.
Bisakah BRICS Punya Mata Uang Sendiri?
Secara teori, BRICS bisa saja menciptakan mata uang bersama yang dirancang untuk menyaingi dolar. Tapi praktiknya jauh lebih rumit.
Untuk melahirkan mata uang yang benar-benar kuat dan diadopsi luas, negara-negara BRICS perlu kompak secara politik, stabil secara ekonomi.
Membangun sistem keuangan yang cepat, aman, dan diterima banyak negara. Saat ini, syarat-syarat itu masih belum sepenuhnya terpenuhi. Bahkan beberapa negara anggota punya kepentingan yang kadang tidak sejalan.
Perpecahan di Dalam BRICS Sendiri
Tantangan terbesar BRICS justru datang dari dalam aliansi itu sendiri. Sejumlah negara belum satu suara tentang wacana mata uang bersama.
India tegas menolak ide tersebut karena khawatir pada dominasi China. Brasil masih ragu-ragu dan lebih realistis soal implementasi. Rusia sangat mendukung, tapi sedang menghadapi sanksi internasional berat.
China memiliki kekuatan ekonomi terbesar di BRICS, tapi justru menimbulkan kecurigaan anggota lain yang khawatir dibuat terlalu bergantung. Tanpa visi bersama yang solid, rencana melahirkan mata uang tunggal ibarat lari maraton tanpa arah.
Uang Kertas BRICS Pecahan 200 yang Viral Cuma Simbol
Beberapa waktu lalu, publik sempat dihebohkan dengan gambar uang kertas “BRICS” pecahan 200 yang beredar luas di media sosial. Banyak yang mengira itu adalah bukti bahwa BRICS akan segera merilis mata uang bersama.
Faktanya, gambar itu hanya simbol promosi dalam forum ekonomi di Rusia. Hingga kini, belum ada keputusan resmi tentang peluncuran mata uang BRICS. Dan menurut para analis, peluang terwujudnya dalam waktu dekat masih sangat tipis.
Ketimbang langsung membuat mata uang baru, BRICS kini lebih fokus pada langkah yang lebih realistis memperkuat transaksi lintas negara dengan mata uang lokal masing-masing.
Negara-negara anggota mendorong kerja sama antarbank sentral agar bisa langsung menukar mata uang domestik tanpa harus konversi ke dolar terlebih dahulu.
Bukan revolusi besar, tapi langkah-langkah kecil seperti ini dianggap bisa menjadi pondasi bagi perubahan lebih besar di masa depan.
Indonesia Ada di Mana dalam Proyek Ini?
Sebagai anggota baru, Indonesia memiliki peluang untuk berperan aktif dalam agenda de-dolarisasi BRICS. Indonesia sendiri sudah memulai skema transaksi mata uang lokal (Local Currency Transaction/LCT) dengan sejumlah negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Thailand.
Pemerintah Indonesia juga mendorong bank-bank nasional untuk memperluas layanan konversi langsung antar mata uang.
Ke depan, tantangan utama adalah membangun infrastruktur pembayaran yang memadai sambil tetap menjaga keseimbangan hubungan dengan mitra dagang tradisional, termasuk Amerika Serikat dan Eropa.
Banyak pengamat menilai dominasi dolar bisa tergeser tapi bukan dalam waktu dekat, dolar kuat bukan karena kebetulan. Mata uang ini didukung oleh kepercayaan global, kebijakan ekonomi yang terukur, jaringan keuangan yang luas, hingga kekuatan politik dan militer AS.
Jika BRICS benar-benar ingin menyaingi dominasi dolar, mereka perlu lebih dari sekadar membuat mata uang bersama. Mereka butuh membangun fondasi politik, ekonomi, dan sistem keuangan yang benar-benar solid.