Kantor BRI - Panji 4.jpg
Tren Pasar

BRI Gaspol di Kredit UMKM, Dana Murah Jadi Andalan

  • Bedah tuntas laporan keuangan BBRI pada semester I-2025: di balik penurunan laba, aset tumbuh dan kredit UMKM semakin dominan. Lalu, apa implikasinya bagi investor?

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA, TRENASIA.ID – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) baru saja merilis rapor kinerjanya untuk semester I-2025. Laporan ini menyajikan sebuah cerita dua sisi: di satu sisi ada tekanan pada laba bersih, namun di sisi lain mesin bisnis inti perusahaan justru menunjukkan pertumbuhan yang sangat solid.

Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik tercatat sebesar Rp26,28 triliun, terkoreksi 11,53% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp29,7 triliun. Penurunan ini tentu menjadi sorotan utama bagi para pelaku pasar.

Namun, penurunan laba ini ternyata bukan disebabkan oleh bisnis yang lesu. Lantas, apa saja pendorong pertumbuhan dan pos beban yang menekan kinerja BBRI? Mari kita bedah tuntas lima poin kunci dari laporan keuangan raksasa perbankan ini.

1. Rapor Laba-Rugi: Kenapa Profit Turun?

Meskipun labanya turun, pendapatan bunga bersih BBRI sebenarnya masih berhasil tumbuh 2,8% menjadi Rp73,27 triliun dari sebelumnya Rp71,28 triliun. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dari bunga pinjaman masih solid.

Biang kerok utama penurunan laba adalah lonjakan pada pos beban. Beban pencadangan kerugian kredit atau impairment tercatat membengkak sangat signifikan sebesar 25,8% menjadi Rp23,27 triliun pada semester pertama tahun ini.

Selain itu, pos kerugian terkait risiko operasional juga meroket tajam dari hanya Rp63,89 miliar menjadi Rp686,73 miliar. Kombinasi dari bengkaknya dua pos beban inilah yang menjadi penggerus utama perolehan laba bersih perseroan.

2. Mesin Bisnis Inti Terus Tumbuh Solid

Di balik tekanan laba, mesin bisnis inti BBRI tetap 'ngegas'. Penyaluran kreditnya tercatat tumbuh 5,97% menjadi Rp1.416,62 triliun dari sebelumnya Rp1.336,78 triliun. Pertumbuhan ini juga mendorong total aset bank naik 6,52%menjadi Rp2.106,37 triliun.

Kekuatan utama BBRI sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan juga semakin terlihat. Portofolio kredit untuk segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kini porsinya mencapai 80,32% atau setara dengan Rp1.137,84 triliun.

3. Fondasi Pendanaan Semakin Sehat dan Murah

Pertumbuhan juga terlihat dari sisi pendanaan, di mana total dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun berhasil naik 6,65%menjadi Rp1.482,12 triliun. Ini menunjukkan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya di BBRI tetap sangat tinggi.

Yang lebih penting, harta karun BBRI yaitu dana murah (CASA) berhasil tumbuh lebih kencang sebesar 10,6% menjadi Rp970,94 triliun. Tingginya rasio CASA yang kini mencapai 65,51% akan menjadi bantalan kuat bagi profitabilitas jangka panjang.

4. Potret Kesehatan Bank: Rasio-rasio Kunci

Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah atau NPL Gross tercatat relatif stabil di level 3,23%. Meskipun NPL Net bergerak naik tipis menjadi 0,99%, kualitas kredit secara umum masih terjaga dengan sangat baik.

Namun, margin bunga bersih (NIM) perusahaan tercatat menurun dari 6,81% menjadi 6,58%, menunjukkan adanya tekanan pada profitabilitas per pinjaman. Untungnya, rasio kecukupan modal (CAR) masih sangat tebal di level 25,01%, menandakan fondasi permodalan yang kokoh.

5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?

Laporan keuangan BBRI kali ini menunjukkan sebuah strategi yang jelas. Perusahaan tampaknya sengaja mengorbankan laba jangka pendek dengan membentuk pencadangan yang besar, demi menjaga kualitas aset dan memastikan pertumbuhan bisnis inti yang sehat di masa depan.

Melihat prospek jangka panjangnya, mayoritas analis tetap sangat optimistis terhadap saham BBRI. Berdasarkan data konsensus Bloomberg, sebanyak 32 dari 38 analis secara kompak memberikan rekomendasi 'Beli' untuk saham bank BUMN ini.

Optimisme tersebut tercermin pada target harga rata-rata dalam 12 bulan ke depan yang dipatok di level Rp4.694. Angka ini menyiratkan adanya potensi kenaikan atau upside lebih dari 24% dari harga penutupan perdagangan kemarin.