
Bisa Dapat Passive Income Bulanan dari Obligasi? Ini Produk yang Bisa Kamu Coba
- Meski menawarkan pendapatan yang stabil, investasi pada obligasi korporasi bukan tanpa risiko. Risiko utama tentu saja adalah risiko default atau gagal bayar. Selain itu, kondisi suku bunga dan penawaran dari perbankan juga memengaruhi permintaan obligasi korporasi di pasar.
Tren Pasar
JAKARTA - Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi pasar modal, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengajak investor untuk mulai melirik instrumen investasi yang menawarkan kestabilan serta imbal hasil yang konsisten. Salah satu pilihannya adalah Monthly Passive Income Bond Fund, atau reksa dana pendapatan tetap dengan fitur pendapatan pasif bulanan.
Dalam acara Media Day: July 2025 by Mirae Asset yang digelar pada 15 Juli 2025 di Jakarta, Head of Wealth Management Mirae Asset, M. Arief Maulana, menjelaskan bahwa instrumen ini dapat menjadi opsi strategis untuk menghadapi volatilitas yang semakin tinggi.
“Reksa dana pendapatan tetap dengan pendapatan pasif bulanan bisa jadi solusi cerdas, apalagi ketika pasar sedang gonjang-ganjing seperti sekarang,” ujar Arief dalam Media Day by Mirae Asset Sekuritas, Selasa, 15 Juli 2025.
- Mengenal Sosok di Balik Pop Mart, Brand Mainan Favorit Anak Muda
- Kontroversi Wilmar Group: dari Korupsi Sawit hingga Beras Oplosan
- Krisis Iklim Ancam Kenyamanan Nonton Konser Musik
Tren Pasar: Saham Loyo, Obligasi Cemerlang
Senada dengan Arief, Rully Arya Wisnubroto selaku Head of Research & Chief Economist Mirae Asset menyoroti dinamika pasar terkini. Meskipun IHSG masih positif, mencatat penguatan ke level 7.091 dari 7.079 di akhir tahun lalu, namun ada arus keluar dana asing (foreign outflow) yang signifikan, yakni sebesar Rp57,9 triliun sejak awal tahun hingga 11 Juli 2025.
“Di bulan Juli saja, foreign outflow sudah mencapai Rp4,3 triliun. Tapi menariknya, ini justru memperlihatkan bahwa investor domestik mulai dominan di bursa,” ungkap Rully.
Di sisi lain, pasar obligasi justru menikmati tren positif. Yield obligasi terus turun seiring harga obligasi yang naik. Hal ini diperkuat oleh masuknya dana asing senilai Rp17,2 triliun sepanjang Juli (month to date/MTD), atau Rp70 triliun secara year to date (YTD).
Faktor pendorongnya adalah pemangkasan BI Rate pada semester I/2025 dan ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed pada semester II/2025.
Sucorinvest Monthly Income Fund Kini Hadir di NAVI by Mirae Asset
Sebagai bagian dari langkah strategis, Mirae Asset juga meresmikan kemitraan dengan PT Sucorinvest Asset Management untuk mendistribusikan produk Sucorinvest Monthly Income Fund (SMIF) melalui platform NAVI by Mirae Asset, yang kini menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) yang semakin diperhitungkan di industri.
Arief menjelaskan bahwa SMIF merupakan produk unggulan dengan karakteristik pendapatan bulanan, risiko yang relatif rendah, dan dikelola oleh manajer investasi terpercaya.
“SMIF sekarang sudah tersedia di NAVI. Ini membuka akses yang lebih luas bagi investor ritel terhadap produk-produk berkualitas,” tambah Arief.
Platform NAVI yang dapat diakses melalui website maupun aplikasi di http://masi.id/download-navi, kini menghadirkan ratusan pilihan reksa dana dari berbagai manajer investasi top Indonesia, termasuk Sucorinvest.
Strategi SMIF: Fokus pada Obligasi Korporasi yang Stabil
Lolita Liliana, Head of Investment Specialist & Product Development Sucorinvest Asset Management, dalam sesi wawancara menyampaikan bahwa SMIF memang dirancang untuk memberikan pendapatan bulanan yang stabil, dengan penempatan utama di obligasi korporasi jangka pendek hingga menengah. Berbeda dengan obligasi negara yang cenderung memiliki volatilitas lebih tinggi, obligasi korporasi dinilai lebih stabil dan cocok untuk investor berprofil moderat.
“Investor di Indonesia umumnya kurang nyaman dengan volatilitas tinggi. Karena itu kami memilih untuk fokus ke obligasi korporasi,” ujar Lolita.
Namun, Lolita menegaskan bahwa strategi ini membutuhkan tim analis dan manajemen investasi yang kuat karena risiko obligasi korporasi relatif lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah.
Baca Juga: Obligasi AS Dianggap Berisiko, Kenapa SBN Indonesia Dianggap Aset Safe Haven Baru?
Komposisi dan Strategi Portofolio Sucorinvest
Sejak awal perjalanannya di 2017, Sucorinvest memulai dengan money market fund dan kemudian memperluas ke produk fixed income, seperti stable fund dan SMIF. Seiring waktu, mereka melihat bahwa investor money market ternyata lebih memilih instrumen dengan tenor yang lebih panjang, yang akhirnya membuka jalan bagi pengenalan produk pendapatan tetap.
Saat ini, portofolio Sucorinvest cukup merata dengan komposisi sekitar:
- 30% Money Market Fund
- 25% Fixed Income
- 25% Saham (Equity)
- Sisanya dialokasikan ke Balanced Fund dan ETF
“Komposisi money market naik signifikan tahun ini. Bahkan, produk money market kami naik 30% YTD,” jelas Lolita.
Seleksi Ketat Obligasi: Dari Rating hingga Grup Emiten
Dalam memilih obligasi untuk dimasukkan ke dalam SMIF, Sucorinvest menerapkan proses seleksi yang ketat. Minimal, obligasi harus memiliki rating single A dan harus melalui proses penilaian oleh tim komite kredit yang berlangsung setiap bulan.
“Kalau saham dievaluasi per kuartal, obligasi justru bulanan. Kami pantau limit per emiten dan grupnya, supaya tetap aman,” jelasnya.
Selain rating, Sucorinvest juga melihat aspek cash flow perusahaan untuk memastikan kemampuan bayar utang. Mereka bahkan membedakan universe saham dengan universe obligasi karena metode analisisnya berbeda.
Untuk membatasi risiko, ada batas maksimum investasi per grup, biasanya tidak lebih dari 20% dari total dana kelolaan. Emiten yang tergabung dalam grup besar akan dinilai secara keseluruhan sebelum bisa masuk dalam portofolio.
Risiko dan Tantangan Obligasi Korporasi
Meski menawarkan pendapatan yang stabil, investasi pada obligasi korporasi bukan tanpa risiko. Risiko utama tentu saja adalah risiko default atau gagal bayar. Selain itu, kondisi suku bunga dan penawaran dari perbankan juga memengaruhi permintaan obligasi korporasi di pasar.
“Kita harus realistis. Kalau pemerintah default, itu krisis nasional. Tapi kalau korporasi gagal bayar, itu risiko nyata yang harus dikelola,” tambah Lolita.
Sucorinvest secara aktif memantau pasar dan menjaga agar suplai instrumen investasi sesuai dengan kebutuhan investor. Mereka juga tidak sembarangan memperbesar unit produk jika tidak ada underlying asset yang memadai.
Produk Baru: Dari Reksadana Saham hingga ETF
Sucorinvest juga menyampaikan rencana ekspansi produk mereka. Mulai dari reksa dana saham berbasis indeks, produk terproteksi, hingga ETF (Exchange Traded Fund) berbasis emas ataupun sektor saham tertentu.
“Kami baru saja meluncurkan reksa dana saham yang efektif per hari ini, dan ada rencana untuk ETF emas atau saham akhir tahun nanti,” kata Lolita.
- 5 Fakta di Balik Debut Fenomenal Saham CDIA Milik Prajogo Pangestu
- ADRO Lagi Sakit Jangka Pendek, Tapi Punya Obat Jangka Panjang
- Scarlett Johansson Jadi Artis Terlaris dalam Sejarah, Ini Deretan Film Box Office-nya
Penutup: Solusi Investasi di Tengah Ketidakpastian
Dengan pasar yang masih penuh tantangan, langkah Mirae Asset dan Sucorinvest menghadirkan SMIF melalui NAVI menjadi angin segar bagi investor yang menginginkan stabilitas, pendapatan rutin, dan pengelolaan yang profesional.
Bagi investor yang ingin tetap produktif dan aman dalam menghadapi kondisi pasar yang fluktuatif, produk seperti SMIF bisa menjadi jawaban. Apalagi jika kamu termasuk investor dengan profil risiko moderat dan menginginkan cashflow bulanan yang jelas.