
Bingung Lihat Saham BBCA? Labanya Turun, Tapi Potensi Cuannya Gede Banget
- Analis targetkan harga saham BBCA bisa naik hingga 38% ke Rp11.900. Temukan mengapa kinerja lemah jangka pendek justru dinilai sebagai peluang beli.
Tren Pasar
JAKARTA – Sebuah paradoks menarik sedang terjadi pada saham blue chip favorit sejuta umat, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Di satu sisi, laporan kinerja keuangan bulanan terbarunya untuk April 2025 menunjukkan sejumlah pelemahan. Namun di sisi lain, analis justru melihat potensi kenaikan harga yang luar biasa.
BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) dalam riset terbarunya menyebut saham BBCA masih berpotensi meroket hingga 38,37% ke target harga Rp11.900 per saham. Angka ini sangat kontras dengan harga saat ini, Kamis, 10 Juli 2025, yang berada di kisaran Rp8.600.
Situasi ini tentu membuat banyak investor bingung. Kenapa saham yang kinerjanya terlihat sedang turun justru direkomendasikan 'Beli' dengan target setinggi itu? Mari kita bedah lima poin penting dari analisis ini untuk menemukan jawabannya.
- Seberapa Sultan Saham Nvidia? Jawabannya: 60 Kali Lebih Besar dari BBCA
- BRICS Berencana Tumbangkan Dolar AS? Begini Strategi dan Tantangannya
- BRI Borong 11 Penghargaan di Ajang Banking Service Excellence 2025
1. Rapor Merah Bulanan BBCA
Pertama, kita harus akui bahwa data kinerja BBCA untuk bulan April 2025 memang menunjukkan beberapa 'angka merah'. Laba bersihnya tercatat turun 33% dari bulan sebelumnya dan 8% dari periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp4,5 triliun.
Pelemahan ini juga terlihat pada Net Interest Margin (NIM) atau margin keuntungan dari bunga, yang turun ke level 5,8%. Hal ini disebabkan oleh naiknya biaya dana (cost of fund) sementara imbal hasil (yield) pinjaman menurun.
Tak hanya itu, dana simpanan nasabah (DPK) juga tercatat turun 2% dari bulan sebelumnya. Rangkaian data inilah yang membuat analis menyimpulkan bahwa kinerja BBCA pada bulan April 2025 memang terbilang lemah.
2. Cuma Penyakit Musiman
Di balik angka-angka yang terlihat suram itu, analis dari BRIDS melihat adanya konteks yang lebih besar. Pelemahan laba bersih, misalnya, lebih disebabkan karena tidak adanya pendapatan dividen dari anak usaha yang biasanya masuk di bulan lain.
Sementara itu, kualitas kredit yang menjadi 'jantung' kesehatan sebuah bank justru sangat terjaga. Biaya kredit atau Cost of Credit (CoC) BBCA dilaporkan tetap stabil dan terkendali di level rendah 0,6%.
Analis menyebut bahwa beberapa pelemahan ini masih sesuai dengan pola musiman bulanan. Ini artinya, penurunan yang terjadi lebih bersifat sementara dan bukan merupakan sebuah masalah struktural yang mengkhawatirkan.
3. Bank yang Makin Efisien? LDR Naik ke 80%
Ada satu data menarik yang justru menunjukkan sisi positif perbankan milik Grup Djarum ini. Pasalnya, tatkala dana simpanan nasabah (DPK) turun, penyaluran kredit BBCA justru tetap tumbuh kuat sebesar 13% secara tahunan.
Kombinasi antara simpanan yang turun dan kredit yang naik ini membuat rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BCA meningkat menjadi 80%. Secara sederhana, LDR mengukur seberapa efisien sebuah bank dalam menyalurkan kembali dana simpanan nasabah menjadi kredit produktif.
Kenaikan LDR ini mengindikasikan bahwa BBCA menjadi semakin efisien dalam memutar dana yang dimilikinya, sebuah sinyal operasional yang positif bagi para analis. Hal ini pada gilirannua jelas menguntungkan investor di masa depan.
4. Melihat Gambaran Besar: Mengapa Analis Tetap Optimistis?
Inilah kunci dari rekomendasi para analis. Mereka tidak hanya melihat data satu bulan, tetapi melihat gambaran yang lebih besar dan tren jangka panjang. Mereka menilai pelemahan di bulan April hanya 'noise' atau gangguan jangka pendek.
Fokus utama mereka ada pada fundamental bisnis inti yang tetap kokoh: penyaluran kredit yang terus bertumbuh dan kualitas aset yang sangat sehat. Dua faktor inilah yang menjadi mesin utama pertumbuhan laba bank dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, meskipun kinerja bulanan terlihat lemah, fondasi bisnis emiten bersandikan BBCA ini secara keseluruhan dinilai masih sangat kuat untuk terus bertumbuh lebih kuat di masa depan.
5. Jadi, Berapa Potensi 'Cuan'-nya?
Berdasarkan analisis jangka panjang inilah, BRI Danareksa Sekuritas dengan yakin memberikan rekomendasi "Beli"untuk saham BBCA. Target harga yang mereka pasang untuk 12 bulan ke depan adalah Rp11.900 per saham.
Jika dibandingkan dengan harga saat ini di kisaran Rp8.600, target tersebut menyiratkan adanya potensi keuntungan atau upside lebih dari 38%. Rekomendasi BRI Danareksa Sekuritas juga selaras dengan konsesnsus yang ada di meja Bloomberg di mana sebanyak 34 analis merokmendasikan dengan target harga rata-rata Rp11.188 per saham.
Fenomena ini menjadi pelajaran klasik dalam investasi: pasar jangka pendek seringkali bereaksi berlebihan terhadap berita bulanan, menciptakan peluang beli bagi investor jangka panjang yang fokus pada kualitas fundamental perusahaan.