
Beda Arah Ara dan Fahri Hamzah Soal Rumah Subsidi
- Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, dan Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, beda pendapat soal penyediaan rumah subsidi. Di saat Maruarar membuka peluang menciutkan ukuran rumah subsidi menjadi 18 meter persegi, Fahri kukuh hunian rakyat wajib memenuhi standar minimal tipe 36.
Tren Ekbis
JAKARTA—Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, dan Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, beda pendapat soal penyediaan rumah subsidi. Di saat Maruarar membuka peluang menciutkan ukuran rumah subsidi menjadi 18 meter persegi, Fahri kukuh hunian rakyat wajib memenuhi standar minimal tipe 36.
Dalam Simposium Nasional: Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia di Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025, Fahri menegaskan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap harus berstandar minimal tipe 36 dan 40 meter persegi. Hal itu untuk menjamin kelayakan, kualitas dan kesehatan hunian rakyat.
“Secara umum, konsep untuk rumah rakyat harus layak, harus besar, harus sehat. Karena itulah kita pakai standar tipe 36 dan 40, itu minimal untuk rumah rakyat,” ujar Fahri, dikutip dari Antara, Rabu, 4 Juni 2025.
Pernyataan tersebut merespons beredarnya draf soal Keputusan Menteri PKP soal rencana perubahan standar minimal rumah subsidi. Dalam rancangan tersebut, pemerintah mengusulkan rumah subsidi dapat dibangun dengan luas bangunan mulai 18 meter persegi hingga 36 meter persegi.
Sementara untuk luas tanah, rentang yang ditetapkan antara 25 hingga 200 meter persegi. Luasan tersebut menciut dibanding regulasi yang berlaku saat ini. Dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, luas tanah rumah tapak ditetapkan minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi, dengan luas bangunan berkisar 21 hingga 36 meter persegi.
Keperluan Jangka Panjang
Fahri menegaskan rumah subsidi bukan sekadar tempat berlindung, tapi juga sarana membentuk keluarga yang sehat, ruang belajar anak, dan tempat berinteraksi keluarga. “Rumah itu dibangun ada kepentingan jangka panjangnya,” ujar politikus Partai Gelora tersebut.
Wamen PKP menerangkan konsep rumah subsidi berbeda dengan jenis hunian lain seperti kos atau rumah sewa sementara yang biasa dirancang hanya untuk individu. “Rumah tinggal beda dengan kos-kosan atau rumah transit,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fahri mengingatkan standar minimal tipe 36 dan 40 telah mendapatkan legitimasi hukum lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan itu menjadi rujukan tetap dalam kebijakan nasional perumahan rakyat.

Ihwal ketersediaan lahan yang semakin terbatas di kawasan perkotaan, Fahri menyebut solusi jangka panjangnya dapat dengan pembangunan hunian vertikal atau rumah susun. Sebelumnya, Menteri PKP, Maruarar Sirait, mengonfirmasi wacana pemangkasan luas bangunan rumah subsidi dari 36 meter persegi menjadi 18 meter persegi.
Menteri menjelaskan salah satu pertimbangan memangkas luas rumah subsidi lantaran harga tanah yang semakin mahal. Dia menilai perlu penyesuaian untuk merespons harga dan ketersediaan lahan yang semakin terbatas.
Baca Juga: Pengamat: Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Tak Manusiawi
Menurut Ara, sapaan akrabnya, terbatasnya luas bangunan dapat disiasati dengan desain yang adaptif. Dengan desain yang baik, pihaknya yakni rumah subsidi nantinya tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat meski luasnya terbatas.
Apalagi, dia melihat rumah subsidi selama ini lebih banyak dibeli pekerja single maupun keluarga baru. “Nanti saya mau lihat desain-desainnya, bisa dibuat tingkat enggak?,” ujar Maruarar. Pihaknya menilai selama ini desain rumah subsidi tidak banyak berubah.
Sehingga, konsumen tidak memiliki banyak pilihan hunian di tengah harga tanah yang semakin mahal. Menteri menegaskan inovasi desain dan efisiensi lahan menjadi penting untuk menghadirkan rumah layak huni dengan harga terjangkau.
“Masa kita kalah dari masalah? Kalau tanahnya mahal, selama ini ruang bisa dibangun tingkat. Kita jangan mau kalah dari masalah. Kita bikin desain yang bagus. Nanti tunggu kejutannya. Saya akan ekspose desain-desain rumah yang bagus,” janjinya.
Ara menyatakan kementeriannya sangat terbuka dengan beragam masukan terkait pengembangan rumah subsidi. “Kritik di depan bagus sehingga kerja kami nyaman. Pengembang juga dituntut makin kreatif. Nantinya, akan semakin banyak pilihan bagi masyarakat yang ingin punya rumah subsidi di perkotaan,” ujarnya.