
Bareskrim Sita 56 Unit Kendaraan Operasional Lembaga filantropi ACT
- Proses penyidikan terkait kasus penyelewengan dana umat yang dilakukan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) memasuki babak baru. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan penyitaan 56 unit kendaraan dari kasus ini.
Nasional
JAKARTA - Proses penyidikan terkait kasus penyelewengan dana umat yang dilakukan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) memasuki babak baru. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan penyitaan 56 unit kendaraan operasional ACT dari kasus ini.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, dari total 56 unit kendaraan tersebut diantaranya, terdapat 44 unit mobil dan 12 unit motor.
“Hari ini telah disita 44 unit mobil dan 12 motor dari General Affair ACT/Kabag Umum ACT (Subhan),” kata Ramadhan dalam keterangan resmi, Rabu 27 Juli 2022.
Menurut Ramadhan, 56 kendaraan tersebut akan dijadikan alat bukti dan disimpan di Gudang Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora, Bogor.
“Barang bukti disimpan di Gudang Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora, Jalan Serpong Parung Nomor 57, Bogor Jawa Barat,” katanya.
Sebelumnya, Penyidik Bareskrim Polri menetapkan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, Presiden ACT 2022 Ibnu Khajar, Haryana Hermain (HH) dan NIA sebagai tersangka kasus penyelewengan dana umat. Diketahui para petinggi ACT tersebut menggunakan dana donasi korban Boeing senilai Rp34 miliar.
ACT diketahui menerima dana dari Boeing dengan total Rp138 miliar, kemudian dari total dana tersebut Rp34 miliar digunakan oleh petinggi ACT tidak sesuai peruntukannya.
- Tahan Banting, 4 Sektor Industri Ini Diprediksi Tetap Kokoh Meski Dibayangi Resesi
- Sempat Dihentikan BEI, Perdagangan Emiten Milik Suami Puan Maharani Kembali Dibuka
- Kapan Rupiah Digital Mulai Berlaku di Indonesia? Simak Penjelasan BI
Petinggi ACT menggunakan dana dari Boeing yang tidak sesuai peruntukannya diantaranya, pengadaan armada truk senilai Rp2 miliar, program big food bus senilai Rp2,8 miliar, pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.
Kemudian, koperasi syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, untuk talangan dana CV CUN senilai Rp3 miliar selanjutnya talangan dana untuk PT MBGS Rp7,8 miliar.
Namun, keempat tersangka kasus penyelewengan dana umat tersebut diketahui belum dilakukan penahanan. Sebab masih diperlukan diskusi internal para penyidik terkait penangkapan maupun penahanan untuk keempat tersangka tersebut.
Akibat dari perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis yaitu, pasal Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan dalam Jabatan dan atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Tidak Pidana Yayasan dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang, Yaitu sebagaimana dimaksud dalam pertama Pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, Pasal 45A ayat 1 juncto pasal 28 ayat 1 Undang-undang 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang 11 tahun 2008 tentang ITE.
Kemudian, Pasal 70 ayat 1 dan 2 juncto pasal 5 Undang-undang 16 tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
Terakhir, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Keenam, Pasal 6, Pasal 55 KUHP junto Pasal 56 KUHP.