
Banjir Produk Asing: Ancaman atau Peluang dari Kebijakan Impor Tarif Nol?
- Kebijakan tarif 0% untuk AS dan Uni Eropa picu banjir impor murah ke Indonesia, tekan industri lokal, dan pengaruhi neraca dagang serta nilai tukar rupiah.
Tren Global
JAKARTA - Kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka keran tarif 0 persen bagi produk dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa menuai sorotan. Selain membawa beragam efek positif, kebijakan ini juga menimbulkan efek samping serius, banjir produk impor murah yang mengancam industri lokal dan memicu tekanan ekonomi nasional.
Seiring kesepakatan perdagangan bilateral dan regional, Indonesia memberikan akses masuk bebas bea bagi berbagai produk dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Sebagai imbal balik, AS menurunkan tarif ekspor Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen. Produk-produk unggulan AS seperti gandum, energi, pesawat Boeing, dan hasil pertanian kini masuk Indonesia tanpa hambatan tarif.
Sementara itu, melalui perjanjian dagang Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Indonesia memperoleh fasilitas ekspor bebas bea ke negara-negara Eropa. Harapannya, ekspor nasional seperti tekstil, furnitur, dan produk perikanan akan terdongkrak.
- Dua Wajah Gen Z: Dari Jeruji ke Aksi
- Sehebat Apa Sebenarnya Rudal Patriot, Apa Bisa Membuat Ukraina Menang?
PLB Jadi Pintu Masuk Produk Impor Murah
Salah satu jalur utama masuknya produk impor adalah melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Meski pada dasarnya fasilitas ini bertujuan mendukung efisiensi logistik, dalam praktiknya PLB seringkali menjadi celah masuknya barang impor, baik legal maupun ilegal tanpa pengenaan bea masuk.
Tak sedikit dari barang-barang ini yang kemudian beredar di pasar domestik, terutama melalui e-commerce, tanpa melalui proses verifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Contoh nyata adalah melonjaknya impor elektronik dan tekstil dari China melalui PLB. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada April 2025 impor elektronik dari China naik hingga 53,71% (year-on-year). Barang-barang ini membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang jauh di bawah produksi lokal.
Industri Lokal Menjerit
Sektor yang paling terpukul akibat banjir impor ini adalah elektronik, pertanian, serta tekstil dan alas kaki. Di sektor elektronik, produsen dalam negeri kesulitan bersaing dengan produk impor seperti AC, smartphone, dan peralatan rumah tangga dari China dan Vietnam.
Gabungan Pengusaha Elektronika (GABEL) bahkan mencatat ancaman substitusi ekspor Indonesia ke AS karena produk lokal tergerus produk impor dengan kelompok kode HS 85.
Di bidang pertanian, gandum asal AS yang masuk tanpa bea kini mengancam petani lokal. Sepanjang tahun 2024, nilai impor gandum dan serealia dari AS mencapai Rp87,3 triliun. Sementara produk alas kaki dan tekstil dari China semakin mendominasi pasar online dengan harga yang tidak kompetitif bagi produk dalam negeri.
- Dua Wajah Gen Z: Dari Jeruji ke Aksi
- Sehebat Apa Sebenarnya Rudal Patriot, Apa Bisa Membuat Ukraina Menang?
Dampak Ekonomi Nasional
Lonjakan impor berdampak langsung pada melemahnya neraca perdagangan. Defisit perdagangan Indonesia dengan China berdasarkan data badan pusat statistik, membengkak dari US$3,02 miliar (2024) menjadi US$6,28 miliar (2025). Tekanan ini turut memicu pelemahan nilai tukar rupiah, yang sempat menyentuh Rp16.240 per dolar AS.
Pemerintah juga mewaspadai ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri akibat stagnasi produksi lokal. Kementerian Perindustrian menyampaikan kekhawatiran akan tutupnya pabrik-pabrik dalam negeri jika banjir impor terus berlanjut tanpa pengawasan ketat.
Meski penuh risiko, kebijakan ini juga membuka peluang. Dewan Energi Nasional (DEN) memperkirakan penurunan tarif ke AS bisa mendorong relokasi industri dari Vietnam dan Thailand ke Indonesia, dengan potensi peningkatan investasi sebesar 1,6 persen dan penyerapan tenaga kerja 1,3 persen.
Strategi jangka panjang diarahkan pada diversifikasi pasar ekspor, khususnya melalui IEU-CEPA ke Eropa. Pemerintah juga mendorong peningkatan daya saing industri nasional dengan menurunkan biaya logistik dan memberikan insentif bagi produk lokal yang memenuhi TKDN.