
Badai Jangka Pendek MSCI Vs Visi Transformasi Hijau di Saham ADRO
- Saham ADRO turun kasta dari indeks MSCI, saatnya jual atau justru beli? Pahami badai jangka pendek vs. peluang jangka panjang dari transformasi hijaunya dan dividen perseroan.
Tren Pasar
JAKARTA, TRENASIA.ID – Saham unggulan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) tengah menghadapi ujian berat. Keputusan MSCI untuk memindahkan ADRO dari indeks elite Global Standard ke Small Cap Index telah memicu sentimen negatif.
Meskipun rebalancing baru akan efektif pada 26 Agustus 2025, tekanan jual di saham ADRO sudah sangat terasa. Namun, di balik badai jangka pendek ini, ada visi transformasi hijau yang ambisius, menempatkan para investor di sebuah persimpangan krusial.
Haruskah mereka khawatir terhadap badai jangka pendek atau justru melihatnya sebagai peluang untuk berinvestasi dalam visi jangka panjang perusahaan milik Garibaldi Thohir itu? Mari kita bedah tuntas pro dan kontra yang sedang menyelimuti saham ADRO.
1. Pukulan Jangka Pendek
Kabar "turun kasta" ADRO dari MSCI Global Standard Index menjadi pemicu utama pelemahan saham. Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Aliansyah, mengatakan bahwa rebalancing ini dampaknya bukan sekadar perubahan status, melainkan konsekuensi mekanis dari cara kerja pasar modal global.
"Akan terjadi outflow (aliran dana keluar) yang deras," jelas Aliansyah. Ia memaparkan bahwa para manajer investasi global berskala raksasa yang menjadikan indeks MSCI sebagai acuan kini berada dalam posisi wajib jual saham ADRO.
Meskipun akan ada dana masuk (inflow) dari manajer investasi yang menargetkan indeks Small Cap, skalanya diperkirakan tidak akan mampu mengimbangi gelombang jual. "Secara keseluruhan akan terjadi net outflow (dana keluar bersih)," jelasnya dalam tayangan Youtube Maybank Sekuritas pada Jumat, 8 Agustus 2025.
Data pasar pun mengonfirmasi analisis ini. Saham ADRO terpantau melemah ke level Rp1.815 pada perdagangan hari ini, disertai aksi jual bersih oleh investor asing yang mencapai Rp116 miliar dalam sebulan terakhir.
2. Visi Jangka Panjang
Di tengah turbulensi pasar, ADRO justru sedang berlari kencang mengubah model bisnisnya. Perusahaan secara strategis mengurangi ketergantungan pada batu bara termal dan beralih ke tiga pilar utama masa depan, sebuah visi yang didukung oleh Analis Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Farras Farhan.
Tiga pilar transformasi tersebut adalah Batu Bara Metalurgi (Metcoal) melalui ADMR, pembangunan Pabrik Peleburan Aluminium Hijau yang ditenagai oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan pengembangan Energi Terbarukan melalui Adaro Green.
“Siap menyambut gelombang kendaraan listrik (EV) dan dekarbonisasi industri, ADRO tengah membentuk ulang dirinya sebagai platform energi industri generasi baru di Indonesia,” ujar Farras dalam risetnya belum lama ini
3. Prospek Valuasi dan Dividen
Meskipun harga sahamnya telah anjlok 21,8% sejak awal tahun, Mirae Asset Sekuritas melihat adanya peluang. Dengan valuasi berdasarkan metode sum-of-the-parts (SOTP), Mirae mempertahankan rekomendasi Beli dengan target harga Rp2.300 per saham.
Potensi kenaikan ini didukung oleh proyeksi laba bersih 2025 sebesar US$344 juta. Angka ini memungkinkan pembagian dividen per saham (DPS) sebesar Rp129 per saham, yang menyiratkan imbal hasil (yield) menarik sebesar 6,6% bagi investor yang sabar.
Risiko tetap ada, mulai dari volatilitas harga komoditas hingga potensi keterlambatan proyek. Namun, prospek revaluasi perusahaan dinilai masih sangat kuat seiring berjalannya transformasi bisnis yang masif ini.
4. Apa Artinya Bagi Investor?
Nasib saham ADRO saat ini adalah sebuah cerita tentang dua sisi mata uang. Di satu sisi, ada tekanan teknis jangka pendek yang tak terhindarkan akibat rebalancing indeks MSCI yang akan efektif pada 26 Agustus 2025.
Di sisi lain, ada narasi fundamental jangka panjang yang sangat kuat tentang sebuah raksasa energi yang berevolusi. Bagi investor, keputusan kini sangat bergantung pada horizon waktu dan toleransi risiko masing-masing.
Bagi trader jangka pendek, Aliansyah menyarankan untuk waspada dan menunggu hingga tekanan jual mereda. Namun bagi investor jangka panjang, penurunan harga saat ini bisa jadi merupakan kesempatan langka untuk ikut serta dalam salah satu agenda transformasi industri terbesar di Indonesia.