
Asal usul Mesin Tik Proklamasi, Ternyata Milik Perwira Nazi
- Sayuti Melik menggunakan mesin tersebut untuk mengetik naskah proklamasi hasil perumusan Soekarno, Muhammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Meski berada di rumah Laksamana Maeda, mesin tik itu bukan miliknya, melainkan milik Perwira Nazi.
Tren Leisure
JAKARTA,TRENASIA.ID – Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari penjajah pada 17 Agustus 1945. Tanggal tersebut menjadi momen bersejarah yang menandai lahirnya sebuah bangsa yang bebas dan berdaulat.
Salah satu tokoh penting dalam pengetikan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah Sayuti Melik, yang memiliki nama lengkap Mohammad Ibnu Sayuti. Ia dilahirkan pada 22 November 1908 di Sleman, Yogyakarta.
Mesin ketik yang ada di kediaman Laksamana Tadashi Maeda menjadi saksi penting dalam peristiwa bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Namun, tahu kah kalian bahwa meskin tik yang digunakan oleh Sayuti Melik ternyata bukan milik Laksamana Maeda.
Dalam catatan sejarah, pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno menulis naskah proklamasi kemerdekaan di selembar kertas, naskah tersebut harus diketik. Sayuti Melik ditugaskan untuk mengetiknya, demi menghindari kesalahpahaman dalam teks proklamasi.
Sayuti Melik menggunakan mesin tersebut untuk mengetik naskah proklamasi hasil perumusan Soekarno, Muhammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Meski berada di rumah Laksamana Maeda, mesin tik itu bukan miliknya, melainkan milik Perwira Nazi.
Menjelang pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pihak Jepang meminjam mesin ketik untuk digunakan oleh Soekarno dan Hatta. Mesin ketik itu ternyata bukan milik pribadi, melainkan dipinjam dari seorang warga asing untuk sementara waktu. Mesin tersebut diketahui merupakan buatan Jerman.
Saat itu, di rumah Laksamana Maeda hanya tersedia mesin ketik dengan huruf kanji. Atas inisiatif sekretaris rumah tangga Maeda, Satsuki Mishima meminjam mesin ketik yang menggunakan huruf alfabet.
- Baca Juga: Menengok Sejarah Paskibraka
Mesin tersebut akhirnya diperoleh dari komandan Kriegsmarine (Angkatan Laut Nazi Jerman) yang berkantor di Gedung KPM, kini menjadi gedung Pertamina, di kawasan Koningsplein (Medan Merdeka Timur).
Satsuki bersama sejumlah pemuda dari rumah Laksamana Maeda, menelusuri jalanan yang gelap, dari kawasan yang sekarang dikenal sebagai Jalan Imam Bonjol menuju Jalan Medan Merdeka Timur. Mereka mendatangi Korvettenkapitän (setara dengan pangkat Mayor) Dr. Hermann Kandeler, seorang komandan kapal selam dari Kriegsmarine.
Satsuki menyampaikan tujuan mereka, yakni meminjam mesin ketik yang akan digunakan oleh para tokoh pergerakan Indonesia untuk mengetik naskah proklamasi.
Kandeler mengizinkan Satsuki untuk membawa mesin ketik tersebut kembali ke kediaman Laksamana Maeda. Setelah mesin ketik diserahkan ke Maeda, Sayuti Melik dengan disaksikan oleh Burhanuddin Muhammad Diah (BM Diah) mengetik ulang naskah proklamasi yang sebelumnya ditulis tangan oleh Sukarno.
Naskah tulisan tangan tersebut awalnya diremas dan dibuang, namun kemudian dipungut kembali oleh BM Diah. Kini, dokumen bersejarah tersebut disimpan di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia.
Setelah proses pengetikan selesai, naskah proklamasi ditandatangani oleh Sukarno pada pukul 04.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan dengan 9 Ramadan 1364 Hijriah.
Detik-detik Proklamasi, tepat pukul 05.00 pagi, cahaya fajar 17 Agustus 1945 mulai menyinari langit timur. Para tokoh bangsa dan pemuda keluar dari kediaman Laksamana Maeda dengan perasaan bangga, usai merumuskan teks Proklamasi hingga dini hari.
Mereka telah sepakat untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia hari itu juga, pukul 10.00 pagi, di rumah Soekarno yang beralamat di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor pers dan kantor-kantor berita untuk menggandakan naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.