naveed-ahmed-9Dt4WutvwDs-unsplash.jpg
Tren Global

AS Naikkan Tarif 25 Persen untuk India, Efek Domino Mengintai Asia

  • Amerika Serikat resmi kenakan tarif 25% untuk produk India mulai 1 Agustus 2025. Hubungan dagang kedua negara terancam, ekspor tekstil hingga farmasi terpukul. Apa dampaknya ke Indonesia?

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA, TRENASIA.ID - Amerika Serikat (AS) resmi memberlakukan tarif 25% terhadap produk impor dari India mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini menjadi pukulan besar bagi hubungan dagang kedua negara yang selama ini tumbuh pesat.

Pemerintahan Donald Trump menuding India melanggar kepentingan strategis AS dengan terus menjalin hubungan energi dan pertahanan dengan Rusia di tengah perang Ukraina yang belum usai.

Pemerintah AS menyebut pembelian minyak dan senjata India dari Rusia sebagai bentuk dukungan tidak langsung terhadap agresi militer Moskow di Ukraina. Selain itu, India juga dituding menetapkan tarif impor tertinggi di dunia mencapai 39% untuk produk pertanian serta berbagai hambatan nontarif yang merugikan eksportir AS.

"Ingat, meskipun India adalah teman kita, selama bertahun-tahun kami hanya berbisnis relatif sedikit dengan mereka karena tarif mereka terlalu tinggi, termasuk yang tertinggi di dunia, dan mereka memiliki hambatan perdagangan non-moneter yang paling berat dan menjengkelkan dibandingkan negara mana pun," jelas Trump saat memberikan keterangan di Washington, dikutip laman media AFP, Kamis, 31 Juli 2025.

Defisit perdagangan AS dengan India yang mencapai US$45 miliar pada 2024 memperparah ketegangan. India menjadi negara terbaru yang dikenai tarif tinggi oleh AS. Sebelumnya, Brasil mendapat tarif 50%, sementara Korea Selatan berhasil menegosiasikan penurunan tarif dari 25% menjadi 15% melalui kesepakatan bilateral.

Dampak Ekonomi Langsung

India menghadapi ancaman serius terhadap ekspornya ke AS yang mencapai US$87 miliar pada tahun 2024. Beberapa sektor yang paling rentan antara lain tekstil dan garmen, yang berisiko kehilangan daya saing karena Vietnam dan Bangladesh menikmati tarif yang lebih rendah.

Sektor farmasi dan permata yang menyumbang 30% ekspor India ke AS juga bisa terpukul akibat biaya logistik yang melonjak dan penurunan permintaan konsumen AS.

Ambisi India untuk meningkatkan perdagangan bilateral dengan AS menjadi US$500 miliar pada 2030 diperkirakan akan terganggu. Di sisi lain, India bersikeras mempertahankan kebijakan proteksi terhadap sektor pertanian demi melindungi lebih dari 120 juta petani kecil.

Meskipun ditekan oleh Barat, India tetap membeli minyak dan peralatan militer dari Rusia. Pada tahun 2025, Rusia memasok 35% kebutuhan minyak India. India juga tetap menjalankan kontrak pembelian rudal S-400 dan pesawat tempur Sukhoi, meski AS telah mengancam sanksi tambahan. Pemerintah India menegaskan hubungan dengan Rusia adalah bagian dari kepentingan nasional dan menolak ikut dalam skema sanksi negara-negara Barat.

Geopolitik dan Efek Domino Global

Secara geopolitik, kebijakan ini bisa memperlemah posisi India sebagai mitra strategis AS dalam menghadapi dominasi China di kawasan Asia. Jika India tak memenuhi tuntutan AS, Washington bisa mengalihkan fokus kemitraannya ke negara-negara seperti Vietnam atau Indonesia.

Sanksi ini juga berdampak pada perusahaan India seperti Nayara Energy, kilang minyak yang dimiliki perusahaan Rusia Rosneft, yang terkena sanksi Uni Eropa sehingga dilarang mengekspor produk minyak ke Eropa.

Hal ini mempersempit jalur ekspor minyak Rusia yang diolah India. Di pasar global, ancaman terganggunya pasokan minyak dari Rusia akibat tekanan terhadap India menyebabkan lonjakan harga. Harga minyak Brent naik ke level US$73 per barel.

India yang mengimpor 2,3 juta barel per hari dari Rusia kini berada dalam dilema antara tekanan ekonomi dan kebutuhan energi. Negara lain juga ikut terdampak. Indonesia dan Vietnam, misalnya, tengah diawasi AS karena pernah membeli pesawat tempur Rusia. Brasil bahkan sudah dikenai tarif 50% akibat ketegangan politik domestiknya.

Menteri Perdagangan India, Piyush Goyal, menyatakan komitmennya untuk melanjutkan negosiasi dengan AS guna mencari solusi perdagangan yang “adil dan saling menguntungkan”.

Pemerintah juga mengambil langkah diversifikasi mitra dagang, termasuk memperkuat kerja sama dengan Inggris dan negara-negara Teluk. Di dalam negeri, India memperkuat proteksi sektor-sektor strategis dengan subsidi dan insentif fiskal, terutama di industri tekstil dan farmasi yang paling terdampak. Perundingan AS-India kini memasuki tahap krusial. Jika tidak ada kemajuan, AS mengancam akan menambah daftar produk yang dikenai tarif pada akhir Agustus 2025.