01c58f72056077ed4088d97ee229a1e7.jpg
Tren Global

AS Luncurkan Operasi Midnight Hammer, Perang Dunia 3 di Depan Mata?

  • Pengamat internasional menyebut serangan udara AS ini sebagai “titik awal potensial” dari perang dunia ketiga, jika tidak segera diredam lewat jalur diplomatik dan de-eskalasi militer.

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

WASHINGTON – Amerika Serikat telah melancarkan serangan udara terbesar dan paling kompleks dalam sejarah penggunaan pesawat pembom siluman B-2 Spirit.

Misi ini dinamai Operasi Midnight Hammer, menargetkan tiga fasilitas nuklir utama milik Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan dimulai pada pukul 18.40 waktu EST atau 02.10 waktu Iran, dan berlangsung selama 25 menit.

Operasi ini merupakan respons atas meningkatnya kekhawatiran negara-negara Barat terhadap percepatan program nuklir Iran. Serangan ini juga menandai penggunaan tempur pertama dari bom penghancur bunker paling kuat di dunia: GBU-57/B Massive Ordnance Penetrator (MOP).

Jalannya Operasi Midnight Hammer

Dilansir TrenAsia dari berbagai sumber, Senin, 23 Mei 2025, serangan ini diluncurkan dari Pangkalan Udara Whiteman di Missouri. Lebih dari 125 unit pesawat dan kapal selam dilibatkan, termasuk 7 pesawat B-2 Spirit, jet tempur generasi keempat dan kelima, pesawat tanker udara, pesawat pengintai, serta kapal selam kelas Ohio.

Masing-masing B-2 Spirit membawa dua bom GBU-57/B, sehingga total ada 14 bom yang digunakan. Misi ini menempuh penerbangan nonstop selama 18 jam, menggunakan strategi pengecohan dengan bergerak ke arah Pasifik terlebih dahulu untuk menghindari deteksi Iran.

Komunikasi antar-unit dijaga seminimal mungkin demi menjaga kerahasiaan operasi. Sebelum serangan utama, jet tempur AS diduga telah meluncurkan rudal anti-radar AGM-88E AARGM untuk melumpuhkan sistem pertahanan udara Iran.

Sumber: Pentagon.

Senjata utama, GBU-57/B MOP, adalah bom penghancur bunker terbesar di dunia dengan berat total 13.600 kg (30.000 pon) dan panjang 6,2 meter. Bom ini mampu menembus hingga 60 meter tanah, 18 meter beton bertulang (5.000 psi), atau 8 meter beton ultra-keras (10.000 psi).

Muatan ledaknya seberat 2.423 kg, terdiri dari campuran AFX-757 (2.082 kg) dan PBXN-114 (341 kg). Bom ini dirancang untuk menghasilkan ledakan terkendali di dalam ruang bawah tanah atau bunker tertutup.

Hasil Serangan: Kerusakan Parah di Tiga Situs Nuklir

Kerusakan besar dilaporkan di ketiga situs utama. Di Fordow, citra satelit dari Maxar menunjukkan lubang besar di atas fasilitas pengayaan uranium bawah tanah, dengan beberapa pintu masuk terowongan tertutup oleh longsoran tanah.

Di Natanz, terlihat kawah berdiameter 5,5 meter tepat di atas zona bunker bawah tanah yang digunakan untuk pengayaan uranium skala besar.

Sementara itu, di Isfahan, serangan rudal Tomahawk merusak sejumlah bangunan permukaan secara signifikan. Temuan ini diperkuat oleh citra 3D dan model topografi dari lembaga intelijen sumber terbuka, Open Source Centre.

Menurut pernyataan resmi Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dan Ketua Kepala Staf Gabungan Angkatan Udara Jenderal Dan Razin Caine, tujuan serangan ini bukan untuk menggulingkan pemerintahan Iran, tetapi untuk secara signifikan melemahkan infrastruktur nuklir mereka.

Pemerintah AS menegaskan bahwa ini adalah operasi satu arah dengan tujuan strategis terbatas, yakni mencegah Iran memperoleh senjata nuklir. Serangan ini disebut sebagai “tindakan pencegahan” untuk menghambat pengayaan uranium Iran.

Respons Iran dan Kekhawatiran Perang Dunia 3

Hingga artikel ini ditulis, Iran belum meluncurkan serangan langsung ke wilayah Amerika Serikat. Namun, dalam 12 jam pasca-operasi, Iran telah melakukan serangan tambahan ke wilayah Israel.

Pejabat tinggi Iran menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk membalas langsung terhadap AS, dan saat ini tengah mempertimbangkan sejumlah opsi balasan militer. Beberapa skenario pembalasan yang mungkin dilakukan Iran antara lain penutupan Selat Hormuz, jalur vital yang menyalurkan 20% perdagangan minyak dunia. 

Serangan rudal balistik atau jelajah ke pangkalan militer AS di Teluk Persia. Kemudian, penggunaan drone dan milisi proksi untuk menyerang kepentingan AS di Irak, Suriah, dan wilayah sekitarnya.

Situasi ini telah memicu kekhawatiran global. Ketegangan antara AS dan Iran tidak lagi bersifat bilateral, tetapi berpotensi menyeret blok kekuatan besar seperti NATO, sekutu Teluk, Rusia, dan China, dua negara yang dikenal sebagai mitra strategis Iran.

Netizen dan pengamat internasional menyebut serangan udara AS ini sebagai “titik awal potensial” dari perang dunia ketiga, jika tidak segera diredam lewat jalur diplomatik dan de-eskalasi militer.

Jika eskalasi terus berlanjut, misalnya Iran melancarkan serangan balasan mematikan, atau negara lain ikut campur dalam konflik terbuka, maka dunia bisa berada di ambang perang global, dengan Timur Tengah sebagai episentrum awal.

Dalam skenario terburuk, bukan hanya keamanan kawasan yang terancam, tapi stabilitas global dan ekonomi dunia juga bisa terkena dampak yang serius.