
Apa Itu Konten Anomali yang jadi Tontonan Gen Alpha?
- Di tengah maraknya konsumsi konten digital oleh anak-anak, terutama mereka yang tergolong Generasi Alpha lahir 2010 ke atas, muncul fenomena baru yang diam-diam menyusup ke dalam playlist mereka yairu konten anomali.
Tren Leisure
JAKARTA – Di tengah maraknya konsumsi konten digital oleh anak-anak, terutama mereka yang tergolong Generasi Alpha lahir 2010 ke atas, muncul fenomena baru yang diam-diam menyusup ke dalam playlist mereka yaitu konten anomali.
Konten ini tidak hanya aneh secara visual dan naratif, tetapi juga berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak dalam jangka panjang. Namun, ironisnya, justru sering kali ditonton oleh jutaan anak karena tampil di platform yang dianggap aman seperti YouTube Kids.
Konten anomali atau biasa disebut juga “weird kids content”, adalah jenis video yang sekilas tampak seperti tayangan anak pada umumnya berwarna cerah, penuh karakter lucu, dan musik ceria.
- Masih Loyo, Cek Daftar Lengkap Harga Emas Antam 20 Juni 2025
- Sekarang Saat yang Tepat untuk ‘Nabung’ Kripto, Ini Alasannya
- Dibom Iran, Begini Peran Bursa Efek Tel Aviv di Perekonomian Israel
Namun, jika diperhatikan lebih dalam, kontennya kerap tidak masuk akal tokohnya bisa berubah bentuk secara tiba-tiba, plotnya absurd, atau menyisipkan adegan yang tidak pantas dan mengganggu. Kadang, unsur kekerasan, ketakutan, hingga relasi yang melanggar norma muncul secara terselubung.
Ketika “Lucu-Lucuan” Berubah Jadi Alarm Bahaya
Nama-nama anomali brainrot yang viral di media sosial, khususnya di TikTok, umumnya merupakan karakter-karakter aneh hasil gabungan dari berbagai elemen, seperti hewan, manusia, dan benda, yang dibuat menggunakan teknologi AI.
Beberapa contohnya adalah Tralalero Tralala, Bombardiro Crocodilo, Ballerina Cappucina, Cappuccino Assassino, Tung Tung Tung Sahur, Brr Brr Patapim, Chimpanzini Bananini, dan Bombombini Gusini.
Penggambaran para anomali brainrot ini contohnya Tralalero Tralala ialah seekor hiu dengan sepatu Nike. Bombardiro Crocodilo seekor buaya yang menjadi pesawat pengebom.
Ada lagi Ballerina Cappucina seorang penari balet dengan kepala secangkir kopi. Cappuccino Assassino berupa secangkir kopi dengan ikat kepala dan pedang.
Tung Tung Tung Sahur sebuah kentungan yang menyerupai manusia, yang muncul jika seseorang tidak bangun sahur. Dan Brr Brr Patapim karakter dengan kepala monyet, tubuh yang menyatu dengan pohon, tangan manusia, dan kaki besar.
Yang mengkhawatirkan, sebagian besar orangtua tidak menyadari bahayanya. Konten ini bisa muncul sebagai autoplay selanjutnya, atau bahkan masuk dalam rekomendasi harian karena sistem algoritma menilai konten tersebut “mirip” dengan yang biasa ditonton anak.
Peran Orangtua Digital: Lebih dari Sekadar Mengawasi
Pegiat pernikahan dan pengasuhan Ikma Hanifah Resti Sari mengatakan, menjadi orangtua di era digital tak cukup hanya membatasi screen time.
Yang jauh lebih penting adalah memahami bagaimana sistem platform bekerja, apa saja jenis konten yang rawan, serta mengarahkan anak pada konten yang sehat dan edukatif. Banyak platform menyediakan mode anak (kids mode), tetapi algoritma tetap bisa salah membaca.
“Yang ngeri, ada video anak-anak yang menyisipkan adegan kekerasan, pelecehan, bahkan simulasi kecelakaan, semua dalam balutan animasi lucu,” katanya dilansir dari youtube The Sungkar pada Jumat, 20 Juni 2025
Orangtua muda, terutama dari kalangan milenial dan Gen Z yang kini sedang aktif membangun keluarga, perlu belajar menjadi “kurator konten digital”. Mereka tidak hanya bertugas memilihkan tayangan, tetapi juga menjadi pembimbing yang aktif berdiskusi dengan anak soal apa yang ditonton, dan bagaimana menyikapinya.
Ketika anak terlalu lama terpapar konten digital yang merusak, dampaknya tidak hanya dirasakan dalam ruang privat keluarga, tetapi juga akan menjalar ke ruang sosial, pendidikan, bahkan ekonomi negara. Anak-anak yang kecanduan layar tanpa kontrol akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi, belajar, hingga menyusun masa depan.