Ilustrasi kreator TikTok.
Tren Leisure

Apa Itu Clippers? Kreatif, Praktis, Tapi Rentan Langgar Aturan

  • Clippers biasanya mengambil potongan dari konten populer, seperti podcast, talkshow, cuplikan motivasi, ceramah, atau bahkan video YouTube dan Instagram dari publik figur.

Tren Leisure

Debrinata Rizky

JAKARTA, TRENASIA.ID – Makin banyak video pendek di TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts yang berasal dari cuplikan konten orang lain.

Praktik ini dikenal dengan istilah clipping atau reposting, dan dilakukan oleh para clippers yaitu sebutan bagi kreator yang memotong video berdurasi panjang menjadi potongan pendek yang dianggap lebih viral. Tapi, apakah kegiatan ini legal? Dan bisakah dikomersialkan?

Clippers biasanya mengambil potongan dari konten populer, seperti podcast, talkshow, cuplikan motivasi, ceramah, atau bahkan video YouTube dan Instagram dari publik figur.

Lalu mereka menambahkan teks, musik, atau efek visual agar video terlihat menarik. Banyak dari video ini kemudian masuk FYP (For You Page), meraih ribuan hingga jutaan views, dan dalam beberapa kasus menghasilkan uang lewat monetisasi.

Clippers Salah Atau Benar?

Namun, di balik potensi cuan tersebut, praktik ini sering mengundang perdebatan. Pasalnya, sebagian besar konten yang di clip diambil tanpa izin dari pemilik aslinya.

Jika dilihat menurut Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, penggunaan karya tanpa izin bisa digolongkan sebagai pelanggaran hak cipta, kecuali dalam konteks tertentu seperti pendidikan, penelitian, berita, atau kritik.

Di sisi lain, platform digital punya sikap yang berbeda-beda terhadap clippers. TikTok, misalnya, punya sistem pelaporan hak cipta yang memungkinkan pemilik asli meminta penghapusan video yang dijiplak.

Namun, secara praktik, masih banyak video clip yang lolos dari deteksi algoritma. YouTube lebih ketat. Kreator yang hanya mengunggah ulang konten tanpa transformasi disebut membuat reused content dan bisa kehilangan fitur monetisasi bahkan jika tidak dilaporkan.

YouTube menyarankan agar kreator menambahkan narasi, komentar, atau konteks baru yang membuat konten hasil clip benar-benar menjadi karya baru. Sementara TikTok belum punya ketentuan eksplisit soal reused content, tapi tetap menghapus konten jika ada klaim dari pemilik asli.

Berlaku juga aturan “fair use” atau penggunaan wajar di beberapa negara, tapi konteks ini sering disalahartikan. Fair use bukan berarti bebas pakai. Ia hanya berlaku dalam situasi terbatas dan tetap harus mempertimbangkan nilai komersial, tujuan penggunaan, serta dampak terhadap pemilik asli.

Dalam konteks Indonesia, belum ada regulasi spesifik untuk konten clipping di platform digital, tapi semua tetap mengacu pada UU Hak Cipta dan peraturan Kominfo tentang konten digital. Artinya, jika seorang clippers mengunggah konten milik orang lain tanpa izin dan tujuan komersial, maka tetap berpotensi bermasalah secara hukum.

Fenomena ini menunjukkan satu hal penting era digital bukan hanya tentang siapa yang cepat, tapi juga siapa yang taat. Untuk para kreator muda yang ingin terjun sebagai clippers, pastikan kamu paham hukum dasar hak cipta, atau setidaknya, jangan ambil jalan pintas dengan repost mentah-mentah. Viralnya mungkin instan, tapi risikonya bisa panjang.