happy-parents-cute-kids-using-mobile-devices-floor-living-room_74855-8108.jpg
Tren Leisure

Anak Terpapar Konten Aneh, Alarm Bahaya Buat Orang Tua Muda

  • Tak semua konten di YouTube Kids aman buat anak. Banyak video aneh dan tidak mendidik yang bisa menyusup lewat algoritma. Orang tua muda wajib lebih peka dan aktif jadi filter digital demi tumbuh kembang anak.

Tren Leisure

Debrinata Rizky

JAKARTA – Bayangkan ini seorang anak usia empat tahun duduk manis menonton video YouTube Kids di tablet. Di layar, karakter kartun berwarna cerah bernyanyi sambil menari. Namun, beberapa menit kemudian, video berubah menjadi tontonan absurd karakter yang tadi lucu tiba-tiba diculik alien, ada jeritan, dan gerakan kamera yang bikin pusing.

Sayangnya, anak tetap menonton. Inilah yang disebut para ahli sebagai konten anomali jenis tayangan yang aneh secara visual, tidak masuk akal secara narasi, dan bisa menyusup ke playlist anak-anak lewat algoritma otomatis.

Konten semacam ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga berpotensi merusak tumbuh kembang anak. Dan ironisnya, konten-konten ini justru tumbuh subur karena ada yang menontonnya, meng-klik-nya, bahkan berlangganan. Bukan karena anak salah memilih, tapi karena orang dewasa terlalu cepat menyerahkan kontrol pada layar.

Konten Aneh, Tapi Menguntungkan?

Industri konten anak secara global bernilai miliaran dolar. Di Indonesia sendiri, tak sedikit channel YouTube anak yang memiliki jutaan subscriber dan menghasilkan puluhan juta rupiah tiap bulan dari iklan.

Penggiat pernikahan dan pengasuhan Ikma Hanifah Resti Sari mengatakan, algoritma platform seperti YouTube atau TikTok dirancang untuk mempertahankan perhatian selama mungkin. Masalahnya, demi klik dan durasi tonton yang panjang, banyak kreator mengorbankan kualitas isi.

Hanifah menyebut bahwa konten yang visualnya aneh-aneh, musiknya keras, dan gerakannya cepat justru lebih mudah memicu atensi otak anak usia dini meskipun tidak mendidik. 

“Yang ngeri, ada video anak-anak yang menyisipkan adegan kekerasan, pelecehan, bahkan simulasi kecelakaan, semua dalam balutan animasi lucu,” katanya dilansir dari youtube The Sungkar pada Jumat, 20 Juni 2025.

Fenomena global semacam Elsagate pernah terjadi. Namun kini bentuknya lebih lokal, lebih subtil, dan lebih tersebar. Orangtua yang kurang waspada bisa saja menyangka semua “video anak” aman, padahal tidak semua “konten kids friendly” benar-benar ramah anak.

"Masalahnya, anak tidak tahu bahwa mereka sedang jadi target. Dan seringkali orangtua pun tidak menyadarinya," jelasnya. Dampaknya kata Hanifa tidak main-main, berbagai riset telah membuktikan bahwa paparan konten digital yang buruk pada usia dini bisa berdampak panjang:

  • Keterlambatan bicara dan komunikasi
  • Gangguan emosi seperti tantrum atau agresi
  • Ketergantungan pada layar
  • Menurunnya minat sosial dan interaksi nyata
  • Gangguan fokus dan belajar

Generasi Muda Jadi Orang Tua: Siap Jadi Filter?

Sebagian besar orang tua hari ini adalah generasi milenial dan Gen Z awal, digital native yang akrab dengan teknologi. Tapi, kedekatan dengan teknologi tidak otomatis berarti paham risiko dan cara mengendalikannya.

“Banyak yang mengira berlangganan YouTube Premium atau Netflix Kids itu sudah cukup. Padahal anak tetap bisa mengakses konten aneh kalau kita tidak aktif memilih dan mendampingi,” jelas Hanifah.

Menjadi “orangtua digital” hari ini artinya juga harus melek algoritma dan strategi monetisasi konten. Karena meski tidak berbahaya secara fisik, konten yang repetitif, absurd, dan tidak mendidik adalah racun digital jangka panjang.

Berikut langkah sederhana tapi penting untuk kamu yang jadi orangtua muda atau calon orangtua:

  • Pilih platform yang punya mode anak (Kids Mode)
  • Gunakan fitur parental control di YouTube, Netflix, atau Disney+
  • Buat playlist sendiri dari video edukatif, jangan serahkan ke autoplay
  • Tonton bersama anak, lalu diskusikan isi kontennya
  • Batasi screen time sesuai usia (maksimal 1 jam untuk usia 2–5 tahun menurut WHO)
  • Ajak anak main offline: menggambar, bermain peran, bermain di luar
  • Perhatikan reaksi anak setelah menonton—mudah marah, sulit tidur, atau jadi hiperaktif bisa jadi alarm