
Anak Muda di Desa Pasirlangu Ubah Ancaman Krisis Iklim Jadi Peluang Pertanian
- Sejak 1990-an, Desa Pasirlangu dikenal sebagai sentra utama budidaya paprika. Namun beberapa tahun terakhir, stabilitas panen mulai terganggu. Perubahan cuaca yang ekstrem—dari hujan berlebihan hingga suhu tak menentu—membuat banyak petani kewalahan.
Tren Inspirasi
JAKARTA - Di tengah makin nyata ancaman krisis iklim, pertanian jadi sektor yang paling rentan terdampak. Cuaca ekstrem, curah hujan tak menentu, dan degradasi lahan kini jadi mimpi buruk baru bagi para petani Indonesia.
Tapi dari Desa Pasirlangu, Kabupaten Bandung Barat, muncul secercah harapan. Sekelompok anak muda kreatif yang tergabung dalam Climate Agriculture Integration (CAI) memulai gerakan perubahan.
Lewat pendekatan teknologi yang sederhana tapi tepat sasaran, mereka membuktikan bahwa adaptasi iklim bukan hanya wacana – tapi aksi nyata yang bisa dimulai dari desa.
- Saham EBT Jadi 'Hidden Gem', Gen Z Pilih Mana? Adu Kuat BREN, PGEO, dan MEDC
- Ju Haknyeon Terjerat Skandal, THE BOYZ Lanjutkan Aktivitas dengan 10 Anggota
- Mengenal Keluarga Rothschild, Konglomerat Yahudi di Balik Berdirinya Israel
Pasirlangu dan Paprikanya yang Terancam
Sejak 1990-an, Desa Pasirlangu dikenal sebagai sentra utama budidaya paprika. Namun beberapa tahun terakhir, stabilitas panen mulai terganggu. Perubahan cuaca yang ekstrem—dari hujan berlebihan hingga suhu tak menentu—membuat banyak petani kewalahan.
Ketergantungan pada pola tanam konvensional tanpa sistem irigasi modern dan kurangnya infrastruktur penyimpanan menyebabkan potensi ekonomi dari paprika terbuang sia-sia.
Teknologi Sederhana, Dampak Besar: Irigasi Tetes dan Cold Storage Surya
CAI hadir menawarkan solusi nyata. Mereka memperkenalkan sistem irigasi tetes hemat air dan cold storage bertenaga surya. Dua teknologi ini menjadi kunci dari sistem pertanian yang tidak hanya adaptif terhadap perubahan iklim, tapi juga ramah lingkungan.
Menurut Gama Subarkah, Ketua Proyek CAI, solusi ini menjawab dua masalah utama: distribusi air dan penyimpanan pascapanen. “Dengan irigasi tetes, petani bisa hemat air dan menyiram tanaman secara presisi. Cold storage surya menjaga kesegaran paprika lebih lama, jadi nggak buru-buru dijual dan nggak cepat busuk,” jelas Gama melalui pernyataan tertulis yang diterima TrenAsia, dikutip Jumat, 20 Juni 2025.
Teknologi ini juga punya nilai lebih—mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Panel surya jadi sumber energi utama, membuat proses penyimpanan tak perlu lagi bergantung pada listrik PLN atau genset berbahan bakar solar.
Baca Juga: Ingin Bisnis Kamu Berkontribusi untuk Bumi? Simak Tips Berikut Ini
Petani Adaptif, Teknologi Masuk Akal
Yang menarik, para petani di Pasirlangu tidak pasif menerima teknologi. Mereka justru antusias dan adaptif. Tak hanya belajar cara kerja irigasi tetes, mereka juga aktif mengolah paprika hasil panen yang tak lolos standar pasar.
Proyek ini bahkan melibatkan kader PKK, petani perempuan, dan ibu rumah tangga dalam proses pengolahan pascapanen. Dari sini, muncul produk olahan seperti sambal paprika, keripik paprika, hingga paprika fermentasi sebagai bahan tambahan dapur.
“Kami ingin ibu-ibu di sekitar kebun sadar kalau paprika bukan cuma buat dijual. Bisa jadi makanan keluarga dan bahkan sumber penghasilan tambahan,” tambah Gama.
Lahiran dari Program Global, Tapi Tetap Kearifan Lokal
CAI adalah salah satu proyek yang lahir dari Climate Skills Program, sebuah inisiatif kolaboratif antara British Council dan HSBC. Program ini memang punya misi besar: membekali generasi muda dengan skill teknis dan cara pikir kritis untuk menjawab tantangan iklim.
Di Jawa Barat, 157 anak muda mengikuti pelatihan intensif, belajar langsung dari praktisi, pembuat kebijakan, hingga tokoh lingkungan. CAI jadi salah satu dari tiga proyek aksi iklim yang lahir dari pelatihan ini.
“Climate Skills nggak hanya ngajarin teori. Kita diajak turun langsung, menggabungkan teknologi dengan kearifan lokal. Hasilnya? Inisiatif seperti CAI yang bisa langsung dirasakan manfaatnya,” ungkap Gama.
Program ini juga berjalan di negara lain seperti Brasil, India, Meksiko, dan Vietnam, tapi dengan pendekatan lokal yang disesuaikan dengan tantangan tiap wilayah.
Dari Desa ke Dunia: Indonesia Siap Jadi Pemimpin Adaptasi Iklim?
Summer Xia, Country Director British Council Indonesia, percaya CAI adalah bukti bahwa solusi besar bisa muncul dari komunitas kecil, jika diberi akses pendidikan dan ruang inovasi yang tepat.
“Indonesia punya anak-anak muda yang luar biasa. Punya ide, semangat, dan kepedulian tinggi. CAI adalah contoh nyata bahwa kolaborasi antar sektor, ditambah edukasi iklim yang inklusif, bisa menghasilkan solusi yang konkret dan berkelanjutan,” kata Summer saat mengunjungi langsung lokasi proyek di Pasirlangu.
Ia berharap proyek ini bisa jadi pilot yang direplikasi ke banyak wilayah lain di Indonesia, memperkuat sistem pertanian yang hemat energi dan tahan perubahan iklim.
Harapan untuk Generasi Muda: Aksi Nyata Dimulai dari Desa
CAI bukan hanya proyek teknologi. Ia adalah gerakan sosial. Gerakan yang dimulai dari keresahan terhadap dampak perubahan iklim dan dibangun dengan semangat kolaborasi serta kreativitas anak muda.
Melalui pendekatan sederhana namun cerdas, CAI menunjukkan bahwa pertanian bukan pekerjaan kuno—tapi masa depan. Masa depan yang berkelanjutan, adil secara sosial, dan berpihak pada lingkungan.
Anak-anak muda yang biasanya diasosiasikan dengan gadget dan media sosial, kini membuktikan bisa juga mengubah nasib desa lewat inovasi teknologi.
- 14 Acara Survival K-pop yang Telah Melahirkan Grup Populer Seperti Stray Kids hingga ZEROBASEONE
- Jejak Satu Dekade Dividen PTBA, Cerminan Siklus Si Emas Hitam
- Investasi SBN Ritel Kini Lebih Mudah, Trimegah Sekuritas dan DANA Jalin Kerja Sama Penjualan e-SBN Ritel
Saatnya Jadi Bagian dari Solusi
Di tengah tantangan perubahan iklim global, Indonesia butuh lebih banyak gerakan seperti CAI. Inisiatif yang tidak hanya menjawab masalah hari ini, tapi juga membangun ketahanan untuk masa depan.
Untuk para anak muda Indonesia: kamu tidak harus jadi ilmuwan atau pejabat tinggi untuk bikin perubahan. Dari desa, dari komunitas, dari hal kecil—kamu bisa mulai jadi bagian dari solusi. Siapa tahu, dari tanganmu, akan lahir inovasi hijau berikutnya yang menginspirasi dunia?