Konsep Hybrid BCA.jpg
Tren Pasar

Alarm Kredit Macet Bank Menyala, Masih Amankah Investasi Sahamnya?

  • Analis memberikan peringkat 'Netral' untuk sektor perbankan seiring naiknya NPL. Meskipun demikian, saham BBCA dan BTPS diyakini tetap tangguh untuk melewati tantangan ini.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA - BRI Danareksa Sekuritas merilis sebuah analisis penting bagi para investor saham perbankan. Dalam laporannya yang dipublikasi pada Kamis, 26 Juni 2025, mereka secara resmi mempertahankan peringkat "Netral" untuk seluruh sektor perbankan di Indonesia.

Alasan utama di balik sikap hati-hati ini adalah adanya tren kenaikan risiko kredit macet atau Non-Performing Loan(NPL). Masalah ini terdeteksi menyebar di berbagai segmen pinjaman yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, yaitu kredit untuk rumah tangga.

Mulai dari Kredit Pemilikan Rumah (KPR), cicilan kendaraan, hingga pinjaman konsumtif lainnya, semuanya menunjukkan sinyal kewaspadaan. Ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi kita: amankah investasi di saham bank saat ini? Mari kita bedah laporan ini lebih dalam.

1. Ada 'Lampu Kuning' di Sektor Perbankan

Pelajaran pertama adalah memahami sinyal dari analis. Peringkat "Netral" yang diberikan oleh BRI Danareksa Sekuritas bisa diartikan sebagai "lampu kuning". Ini bukan sinyal untuk menjual semua saham bank, tapi sebuah peringatan untuk lebih berhati-hati dan selektif.

Dasar dari peringatan ini, menurut data yang mereka paparkan, adalah kenaikan  NPL atau kredit macet di sektor rumah tangga. Angkanya tercatat naik menjadi 2,1% pada Maret 2025, dari 1,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Yang membuat situasi ini sedikit membingungkan adalah kenaikan NPL ini terjadi bersamaan dengan pertumbuhan penyaluran kredit. Kombinasi antara pertumbuhan KPR yang positif dengan naiknya angka kredit macet inilah yang menjadi sinyal mengkhawatirkan bagi para analis.

2. Bongkar Sumber 'Kredit Macet'-nya

Lampu kuning ini menyala bukan tanpa sebab. Dalam risetnya, BRI Danareksa Sekuritas menyoroti beberapa titik masalah spesifik. NPL dari kredit properti menjadi yang tertinggi, mencapai 2,9%, diikuti oleh kredit kendaraan yang naik menjadi 2,2%.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah dua hal. Pertama, NPL untuk pinjaman rumah tangga lainnya sudah melampaui level puncak saat pandemi Covid-19. Kedua, NPL untuk kredit apartemen bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di level 3,2%.

Bahkan untuk segmen yang dianggap lebih aman, yaitu kredit untuk rumah tapak, analisis mereka menunjukkan tingkat NPL-nya juga sudah mendekati level historis sebelum terjadinya pandemi. Ini menandakan adanya masalah tekanan ekonomi yang cukup merata.

3. Mengapa Ini Jadi Perhatian Serius?

Tren kenaikan NPL ini menjadi perhatian serius karena beberapa alasan. Menurut analis BRI Danareksa Sekuritas, Naura Reyhan Muchlis dan Victor Stefano, "peningkatan NPL consumer belum ada solusi jangka pendek dan masih tren naik," jelasnya.

Kekhawatiran ini diperparah oleh adanya indikasi efek rambatan atau trickle-up. Artinya, masalah kredit macet yang awalnya terjadi di segmen mikro, kini mulai merembet naik ke segmen menengah, menunjukkan adanya pelemahan daya bayar yang lebih luas.

Kondisi ini menjadi perhatian serius karena pemburukan kualitas aset ini terjadi meskipun pihak perbankan sebenarnya sudah cukup berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Ini mengindikasikan adanya tekanan eksternal pada kemampuan bayar masyarakat yang sulit dibendung oleh bank.

4. Peringkat 'Netral' Bukan Berarti 'Jual Semua'

Peringkat "Netral" yang diberikan oleh analis ini mungkin terdengar membingungkan bagi investor pemula. Penting untuk dipahami bahwa ini bukan rekomendasi untuk menjual semua koleksi saham bank, melainkan saran untuk tidak terlalu agresif menambah porsi.

Analis melihat sektor perbankan secara keseluruhan mungkin tidak akan memberikan imbal hasil yang luar biasa dalam waktu dekat. Namun, ini tidak menutup kemungkinan adanya saham-saham individual di dalam sektor tersebut yang tetap bisa bersinar dan layak dikoleksi.

Jadi, tugas investor adalah beralih dari melihat sektor secara umum menjadi seorang 'stock picker' yang jeli. Yaitu, mampu memilah mana bank yang paling tangguh dan mana yang paling rentan terhadap risiko kenaikan NPL yang sedang terjadi ini.

5. Tetap Ada 'Bintang Kelas' di Tengah Ketidakpastian

Inilah pelajaran terpenting: bahkan di tengah sektor yang diberi peringkat "Netral", selalu ada saham yang menjadi pilihan utama atau top picks. Dalam laporannya, BRI Danareksa Sekuritas secara spesifik merekomendasikan dua saham.

Saham pilihan tersebut adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp11.900 per saham dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) dengan target harga Rp1.500. Pemilihan ini tentu didasarkan pada kriteria yang jelas dan terukur.

Kriteria tersebut antara lain adalah potensi pertumbuhan laba yang lebih tinggi, valuasi yang masih dianggap wajar, serta minimnya keterlibatan dalam program pemerintah yang mungkin bisa menambah risiko. Kriteria ini bisa menjadi panduan bagi kita dalam memilih saham defensif di tengah ketidakpastian.