
Aksi Jual Kripto Tembus Rp11 Triliun dalam Sehari, Ethereum Paling Rontok
- Meskipun sempat menunjukkan pemulihan tipis beberapa jam setelahnya, ETH masih kesulitan lepas dari tekanan. Tak hanya investor ritel, pelaku institusi juga terlihat waspada menghadapi ketidakpastian geopolitik.
Tren Pasar
JAKARTA - Ethereum (ETH) mencatat penurunan tajam hingga 7,7% ke level US$2.200 pada Minggu pagi, 22 Juni 2025. menjadi yang paling terpukul di antara aset kripto lainnya. Aksi jual besar-besaran ini terjadi tak lama setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengonfirmasi serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama Iran—Fordow, Natanz, dan Isfahan. Langkah militer ini sontak mengguncang pasar aset digital yang memang aktif diperdagangkan saat akhir pekan, berbeda dari pasar saham dan obligasi tradisional yang tutup.
Sementara itu, Bitcoin (BTC) juga sempat menyentuh titik terendah di US$99.000, namun berhasil kembali stabil di kisaran US$101.000. Meskipun dampaknya tidak sebesar Ethereum, BTC tetap ikut terombang-ambing oleh gejolak geopolitik yang semakin memanas.
- Perjuangan Cicit Pendiri Samsung untuk jadi Idol K-Pop
- Spot untuk Melihat Milky Way di Indonesia
- Kenapa Gula Lebih Bahaya Dibanding Micin?
Ethereum Jadi Korban Utama, Pasar Kripto Panas
Serangan udara yang menyasar fasilitas pengayaan uranium milik Iran langsung memantik reaksi cepat dari pasar kripto. Pasalnya, hanya pasar aset digital yang tetap terbuka selama akhir pekan, menjadikannya satu-satunya kanal utama bagi investor global untuk merespons kabar geopolitik mendadak.
Trump secara terbuka menyebut bahwa bom telah dijatuhkan ke Fordow, fasilitas yang selama ini diyakini menyimpan kapasitas pengayaan uranium paling tinggi. Imbas dari kabar ini, sentimen pasar langsung berubah negatif, terutama bagi Ethereum yang mencatat penurunan harian paling dalam sejak awal Mei.
Meskipun sempat menunjukkan pemulihan tipis beberapa jam setelahnya, ETH masih kesulitan lepas dari tekanan. Tak hanya investor ritel, pelaku institusi juga terlihat waspada menghadapi ketidakpastian geopolitik.
Total Likuidasi Tembus US$679 Juta
Menurut data dari platform analitik Coinglass, dalam 24 jam terakhir terjadi likuidasi besar-besaran di pasar derivatif kripto dengan total mencapai US$679 juta atau setara dengan Rp11 triliun. Dari angka tersebut, sekitar US$554 juta merupakan posisi long (optimis harga naik) yang terpaksa ditutup paksa, sedangkan US$67 juta sisanya berasal dari posisi short.
Artinya, banyak trader yang mengandalkan momentum bullish sebelumnya, justru harus gigit jari akibat sentimen geopolitik yang tiba-tiba membalikkan arah harga.
Caroline Mauron, pendiri Orbit Markets, mengatakan bahwa perhatian investor kini terfokus pada level psikologis penting: US$2.000 untuk Ethereum dan US$100.000 untuk Bitcoin. “Kalau dua level ini jebol, koreksi bisa makin dalam,” ujar Mauron dikutip dari Coinglass, Senin, 26 Juni 2025.
Bitcoin Masih Jadi Barometer Sentimen Pasar
Meski ETH menjadi bintang utama dalam aksi jual, banyak analis menilai Bitcoin tetap akan menjadi acuan utama dalam membaca arah pasar ke depan. Sejarah membuktikan, BTC sering menjadi pemimpin saat kripto mulai pulih dari guncangan eksternal seperti krisis geopolitik atau tekanan ekonomi global.
Cosmo Jiang dari Pantera Capital menyebutkan bahwa ketidakpastian soal potensi serangan AS ke Iran memang sudah menghantui pasar selama sepekan terakhir. “Dengan konfirmasi serangan, sebagian tekanan mulai mereda, dan harga tampaknya menemukan support sementara,” ungkapnya kepada Bloomberg.
Namun demikian, semuanya masih tergantung pada bagaimana Iran merespons. Jika terjadi balasan militer, bukan tidak mungkin volatilitas pasar bakal kembali meningkat. Pembukaan pasar global pada hari Senin juga akan jadi faktor penentu berikutnya.
Konflik Geopolitik: Pemicu Baru Volatilitas Kripto
Situasi terbaru ini menegaskan bahwa aset digital seperti Bitcoin dan Ethereum kini tak hanya sekadar komoditas teknologi atau instrumen spekulatif. Kripto semakin dipandang sebagai barometer risiko global—menjadi tempat “pelarian” atau refleksi cepat atas ketegangan dunia.
Dengan karakteristik pasar yang buka 24/7, kripto sering kali menjadi ‘indikator awal’ dalam membaca sentimen investor terhadap peristiwa besar. Apalagi saat pasar saham, obligasi, atau komoditas tradisional sedang tutup, seperti akhir pekan atau hari libur.
Dalam skenario ekstrem seperti konflik militer skala besar, kripto bisa memainkan peran ganda: sebagai aset pengaman sekaligus cermin rasa takut pasar global.
- Siapa “Investor Misterius” Haiyanto yang Kuasai Saham BUMN Energi (ELSA & PTBA)
- Habis Raja Ampat, Terbit Mentawai
- Perjalanan Yovie Widianto: Dari Kahitna jadi Komisaris Pupuk Indonesia
Anak Muda, Waspadai Volatilitas!
Buat kamu yang lagi serius ngikutin dunia kripto—baik untuk investasi, trading, atau sekadar belajar—momen seperti ini jadi pengingat penting bahwa aset digital bisa sangat volatile. Bukan cuma karena faktor teknologi atau tren, tapi juga karena geopolitik yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Jadi, penting banget untuk selalu update dengan situasi global dan punya strategi yang matang, apalagi kalau kamu bermain dengan leverage alias utang. Jangan cuma FOMO (Fear of Missing Out) saat harga naik, tapi juga siap dengan plan B ketika harga anjlok mendadak.