Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

97 Fintech Lending Diduga Terlibat Kartel Bunga Pinjaman

  • KPPU mengungkap, para pelaku usaha ini secara bersama-sama menetapkan batas maksimal bunga harian sebesar 0,8% per hari, yang kemudian diturunkan menjadi 0,4% per hari sejak 2021. Penetapan bunga ini dihitung berdasarkan jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh nasabah.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan segera menggelar sidang pendahuluan terkait dugaan praktik kartel bunga dalam industri pinjaman online (fintech lending). Sidang ini menjadi langkah awal yang penting dalam mengungkap indikasi pengaturan bunga secara kolektif oleh pelaku usaha di sektor teknologi keuangan tersebut.

Langkah ini diambil setelah KPPU menyelesaikan penyelidikan mendalam terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebanyak 97 penyelenggara layanan fintech lending ditetapkan sebagai Terlapor, diduga terlibat dalam penetapan plafon bunga harian yang tinggi melalui kesepakatan bersama di bawah naungan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

KPPU mengungkap, para pelaku usaha ini secara bersama-sama menetapkan batas maksimal bunga harian sebesar 0,8% per hari, yang kemudian diturunkan menjadi 0,4% per hari sejak 2021. Penetapan bunga ini dihitung berdasarkan jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh nasabah.

“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," ujar M. Fanshurullah Asa, Ketua KPPU, melalui pernyataan tertulis di situs resmi KPPU, dikutip Rabu, 30 April 2025. 

Struktur Pasar Fintech lending Cenderung Terkonsentrasi

Dalam penyelidikannya, KPPU juga menyoroti model bisnis fintech lending yang mayoritas menggunakan skema Peer-to-Peer (P2P) Lending, yaitu mempertemukan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital. Berdasarkan regulasi OJK, seluruh penyelenggara fintech lending harus terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yakni AFPI.

Namun, struktur pasar menunjukkan kecenderungan konsentrasi tinggi. Hingga Juli 2023, dari 97 penyelenggara aktif, sebagian besar pasar dikuasai oleh beberapa pemain besar, yaitu:

  • KreditPintar (13%)
  • Asetku (11%)
  • Modalku (9%)
  • KrediFazz (7%)
  • EasyCash (6%)
  • AdaKami (5%)

Sisanya terbagi dalam pemain kecil lainnya. KPPU juga mencatat adanya afiliasi antara penyelenggara fintech lending dengan platform e-commerce yang memperkuat dominasi mereka di pasar.

Kasus Naik ke Tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan

Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi pada 25 April 2025 resmi memutuskan untuk melanjutkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Dalam sidang ini, KPPU akan menyampaikan dan menguji validitas temuan awal, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.

Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha terancam sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan yang diperoleh dari pelanggaran atau maksimal 10% dari total penjualan di pasar terkait selama periode pelanggaran.

Baca Juga: 3 Aturan Baru Fintech Lending untuk Lindungi Lender: Agunan, Batas Bunga, dan Rapat Pemberi Dana

Upaya Menjaga Persaingan Usaha di Sektor Fintech

Ketua KPPU menegaskan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya menjaga iklim persaingan yang sehat di sektor keuangan digital. Praktik kartel bunga tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga mengancam prinsip inklusi keuangan yang tengah didorong oleh pemerintah.

“Melalui penegakan hukum ini, KPPU meminta agar regulator dapat memperbaiki revisi standar industri, memperketat kontrol terhadap asosiasi, mengubah pola bisnis fintech lending, hingga memicu penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif," tegas Ifan, sapaan akrab Ketua KPPU.

"Dari sisi konsumen, penegakan hukum ini menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital,” tambahnya.

Industri Fintech lending Miliki Pangsa Besar dan Peran Strategis

KPPU juga menyoroti besarnya pasar pinjaman online di Indonesia yang menunjukkan peran strategis dalam pemenuhan pembiayaan masyarakat. Hingga pertengahan 2023, tercatat:

  • 1,38 juta pemberi pinjaman aktif
  • 125,51 juta akun peminjam terdaftar
  • Akumulasi pinjaman mencapai Rp 829,18 triliun

Sementara itu, Bank Dunia mencatat adanya kesenjangan pembiayaan (credit gap) di Indonesia yang mencapai Rp 1.650 triliun pada tahun 2024. Kondisi ini menjadi pemicu utama pertumbuhan pesat industri fintech lending di tanah air.

Namun, di tengah pertumbuhan tersebut, praktik pengaturan bunga secara kolektif justru dapat menekan ruang inovasi, memperkuat dominasi pasar, serta memberatkan konsumen — terutama dari kelompok masyarakat kecil dan menengah.

Jadwal Sidang dan Tim Majelis Masih Disusun

Hingga rilis ini diterbitkan, KPPU menyatakan bahwa susunan Tim Majelis dan jadwal sidang perdana masih dalam tahap finalisasi. Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan ini akan menjadi momen penting untuk mengungkap lebih jauh indikasi kartel bunga di sektor pinjaman digital.

KPPU berharap, proses hukum ini dapat menjadi titik balik dalam menciptakan ekosistem fintech yang lebih adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan konsumen.