Aktifitas Bursa Saham - Panji 4.jpg
Tren Pasar

8 Emiten Resmi Ditendang BEI, Gimana Nasib Investor yang Nyangkut?

  • BEI resmi delisting 8 emiten hari ini, termasuk MAMI, FORZ, & MYRX. Apa artinya bagi investor yang 'nyangkut' dan kenapa tak ada kewajiban tender offer?

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Efektif hari ini, Senin, 21 Juli 2025, menjadi hari kelabu bagi para pemegang saham dari delapan emiten bermasalah. Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi menekan tombol delisting atau menghapus pencatatan 10 efek dari papan perdagangan.

Langkah tegas ini mengakhiri perjalanan panjang mereka di pasar. Adapun delapan emiten yang kini resmi dihapus pencatatannya adalah MAMI, FORZ, MYRX, KRAH, KPAS, KPAL, PRAS, dan NIPS, beserta efek-efek turunannya jika ada.

Delisting paksa ini adalah skenario mimpi buruk bagi investor yang sahamnya terlanjur 'nyangkut'. Kini, nasib investasi mereka berada di ujung tanduk. Lantas, kenapa ini terjadi dan apa artinya ini bagi para pemegang saham? Mari kita bedah empat poin pentingnya.

1. Alasan BEI Memberi Kartu Merah

Menurut P.H. Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI, Mulyana, keputusan ini adalah langkah tegas penegakan aturan. Tujuannya adalah untuk menjaga iklim investasi di pasar modal Indonesia agar tetap sehat dan teratur bagi semua pelaku.

Mulyana menjelaskan bahwa delisting ini dilakukan ketika sebuah emiten telah disuspensi setidaknya selama 24 bulan terakhir. “atau mengalami kondisi yang berpengaruh negatif signifikan terhadap kelangsungan usahanya tanpa ada indikasi pemulihan yang memadai,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip pada Senin, 21 Juli 2025.

Jadi, pada dasarnya ada dua 'dosa utama' yang bisa berujung pada 'kartu merah' delisting ini. Pertama, menjadi 'saham tidur' karena suspensi terlalu lama, dan kedua, kondisi perusahaan yang sudah terlalu parah tanpa ada harapan untuk bisa pulih kembali.

2. Saham Jadi Kertas Tak Berharga?

Inilah poin paling menyakitkan bagi investor. Pada kasus delisting paksa seperti ini, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membeli kembali saham milik investor publik melalui mekanisme tender offer. Ini berbeda jauh dengan delisting sukarela.

Akibatnya, investor kini hanya memegang saham sebuah perusahaan tertutup. Saham tersebut menjadi tidak likuid karena tidak bisa lagi diperjualbelikan di platform bursa. Secara praktis, nilai investasi berpotensi hilang total atau menjadi 'kertas tak berharga'.

3. Apa Beda dengan Delisting Sukarela?

Penting untuk memahami perbedaannya. Pada delisting sukarela, perusahaan secara sadar memilih untuk keluar dari bursa (go private). Dalam proses ini, regulator mewajibkan perusahaan untuk melakukan penawaran beli atau tender offer atas seluruh saham publik.

Mekanisme tender offer inilah yang menjadi jalur keluar (exit strategy) bagi investor ritel untuk mencairkan investasinya. Jalur keluar inilah yang tidak ada dalam kasus delisting paksa yang dialami oleh kedelapan emiten ini.

4. Masih Adakah Harapan yang Tersisa?

Secara teknis, masih ada sedikit kewajiban yang melekat pada perusahaan. Selama mereka masih berstatus "Perusahaan Publik", mereka tetap wajib patuh pada OJK terkait keterbukaan informasi dan harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham publik.

Harapan untuk menjual saham ini, meskipun sangat tipis, hanya ada di pasar negosiasi atau over-the-counter (OTC). Namun, mencari pembeli di pasar ini sangat sulit, dan jika pun ada, harga jualnya kemungkinan akan sangat rendah.