1de.jpg
Tren Global

2 Mahasiswa KKN UGM Meninggal, Mereka Orang-Orang Pemberani dari Kampus Biru

  • Mungkin banyak orang bertanya-tanya kenapa mereka mau ditempatkan di lokasi yang sulit dan terpencil. Jawabannya justru sebaliknya. Para mahasiswa ini bahkan harus berjuang untuk bisa mendapatkan lokasi semacam itu.

Tren Global

Amirudin Zuhri

YOGYAKARTA- Beberapa menit setelah kecelakaan laut di Perairan Debut Maluku Tenggara yang membawa mahasiswa UGM terjadi, kepanikan dan kegelisahan langsung menyergap suasana para orang tua mahasiswa.

“Tante, aku mau ngabari salah satu teman KKN-ku meninggal karena kecelakaan laut,” kata Muhammad Dandi Tslasto dengan suara bergetar saat menelepon seorang ibu bernama Nawang. Dandi adalah salah satu anggota tim Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) UGM  yang sedang mengalami kecelakaan laut di Maluku Tenggara,

 “Ya Allah…” perempuan bernama Nawang yang dipanggil tante itu terkejut dan seketika wajahnya terlihat panik. 

“Aku baik-baik saja tante, aku ngasih kabar agar tante tenang. Karena aku dengar HP Moza rusak dan tidak bisa dihubungi. Tante tidak perlu panik. Tim Moza baik-baik saja,” kata mahasiswa Fakultas Hukum UGM itu. Moza Anoemoda Mahasa adalah anak Nawang sekaligus sahabat Dandi yang juga sedang menjalankan KKN di pulau terpencil di Maluku Utara. 

Segera setelah Dandi mengakhiri panggilannya, ponsel Nawang berdering lagi. Kali ini dari Dian. Ibu dari Dandi. Seketika suara tangis pecah. “Aku sendirian di rumah, tolong ke sini,” kata Dian. Segera Nawang pun meluncur ke rumah Dian yang berjarak tidak terlalu jauh.  

Nawang sendiri cukup kesulitan untuk mengontak anaknya karena terkendala ponsel yang rusak. “Kami juga terkejut mendengar kabar itu. Semua aman di sini,” kata Moza yang akhirnya bisa dihubungi melalui ponsel temannya.

Itu hanya sedikit gambaran dari kepanikan beberapa menit setelah kabar kecelakaan kapal yang merenggut dua korban mahasiswa UGM KKN terjadi. Semua cemas. Bahkan yang tidak satu lokasi dengan kejadian itu. Ini karena banyak dari mereka yang juga sedang berada di lokasi yang jauh dan mirip.

Pembicaraan di ruang WA Grup orang tua yang sedang KKN pun seketika ramai termasuk kelompok orang tua tim Moza. Bersama timnya mahasiswa Fakultas Tenik ini ditempatkan di Pulau Obi di Halmahera Selatan Sulawesi Utara.  

Yang justru sepi adalah grup WA milik Dian yang anak-anaknya sedang mengalami musibah. Semua terdiam ketika seorang ibu bertanya di grup tentang anaknya yang tidak bisa dihubungi. Semua anggota yang lain tahu bahwa anak dari orang tua itu adalah korban yang masih belum ditemukan. Orang tua yang lain mendapatkan kabar dari anaknya masing-masing. Sebaliknya ibu itu justru tidak bisa menghubungi anaknya. Semua anggota yang lain diam. Mereka tahu, tetapi tidak berani memberi tahu. Mereka hanya bisa menangis.

Kecelakaan terjadi di perairan Debut, Maluku Tenggara Selasa 1 Juli 2025 sekitar pukul 13.30 WIT. Dua mahasiswa UGM yang meninggal adalah Agus Adi Prayogo, mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Septian Eka Rahmadi dari Fakultas Tenik UGM. Tiga mahasiswa lain yakni Muhhamad Arva Sagraha dan  Eneh Pratista Halimawan dan Afifudin Baliya dirawat di rumah sakit.

Peristiwa terjadi saat para mahasiswa menjalankan kegiatan Revitalisasi Terumbu Karang, bagian dari program KKN-PPM Unit Manyeuw. Sebanyak tujuh mahasiswa UGM dan lima warga lokal menggunakan dua perahu motor untuk mengambil pasir sebagai bahan pembangunan Artificial Patch Reef (APR).

Dalam perjalanan pulang, salah satu perahu terbalik akibat gelombang tinggi dan angin kencang. Lima mahasiswa berhasil diselamatkan, satu mahasiswa meninggal, sementara Bagus sempat dinyatakan hilang sebelum akhirnya ditemukan meninggal oleh warga sekitar. 

Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Rustamadji menyampaikan rasa belasungkawa dan penghargaan atas dedikasi Almarhum dalam menjalankan tugas pengabdian. Almarhum dikenal sebagai sosok yang cerdas, rendah hati, dan memiliki semangat kolaboratif yang tinggi. Selain berprestasi secara akademik, ia juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemahasiswaan.

“Kami sangat kehilangan. Bagus adalah mahasiswa yang aktif, peduli terhadap lingkungan, dan menunjukkan dedikasi tinggi dalam setiap kegiatan pengabdian. Semoga Almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan serta ketabahan,” ujarnya melalui siaran persnya.

Kelompok KKN yang mengalami kecelakaan tersebut dikenal dengan Tim Manyeuw Bacarita. Mereka ditempatkan di Kecamatan Manyeuw, Maluku Tenggara. Kecelakaan terjadi sekitar satu minggu setelah mereka tiba di lokasi. Mereka bagian dari sekitar 8.000 mahasiswa UGM yang disebar ke seluruh Indonesia untuk menjalani program Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Periode 2 Tahun 2025. Kegiatan ini dilaksanakan 50 hari yakni 20 Juni sampai 8 Agustus 2025.

Mengapa di Daerah Terpencil?

Mungkin banyak orang bertanya-tanya kenapa mereka mau ditempatkan di lokasi yang sulit dan terpencil. Jawabannya justru sebaliknya. Para mahasiswa ini bahkan harus berjuang untuk bisa mendapatkan lokasi semacam itu. Dan itu tidak mudah. Mereka harus berjuang mengajukan proposal, melakukan presentasi ke pihak kampus. Mereka juga harus bersaing dengan kelompok lain agar disetujui dan mendapat kucuran dana dari kampus.  

Saat disetujui tim juga harus berjuang untuk mendapatkan sponsor. Ini karena biaya untuk mencapai lokasi dan menjalankan program biasanya akan sangat tinggi. Jadi bukan UGM yang memilih mereka untuk ditempakan ke lokasi sulit, justru para mahasiswa ini yang berusaha keras mengajukan diri.

Lokasi KKN kadang memang cukup sulit. Posisi yang ditempati Tim Manyeuw Bacarita mungkin terhitung relatif mudah. Karena daerah ini bisa diakses dengan pesawat. Mereka memang harus menyeberang ke pulau, tetapi itu sudah terhubung dengan jembatan. 

Lokasi lain bisa jauh lebih sulit. Salah satunya dialami Tim Jawara Oberia di mana Moza menjadi salah satu anggotanya. Butuh waktu sekitar empat hari bagi mereka untuk bisa mencapai lokasi.

Tim KKN-PPM UGM ‘Jawara Obira’ yang ditempatkan di Pulau Obi, usai diterima Bupati Halmahera Selatan Hasan Ali Bassam Kasuba./  Dok. Jawara Obira UGM

Sebanyak 28 mahasiswa dari tim ini  berangkat dari Kampus UGM pada Sabtu 22 Juni 2025 tengah malam. Mereka menuju Surabaya melalui jalur darat sebelum kemudian terbang ke Makassar. Dari sana, melanjutkan perjalanan dengan udara ke Ternate. Perjalanan kemudian dilanjutkan menggunakan kapal menuju Halmahera Selatan selama lebih dari 10 jam.

Sampai di Halmahera Selatan, Tim Jawara Obira berencana langsung menuju Pulau Obi menggunakan kapal. Tetapi, rencana tersebut tertunda karena cuaca buruk hingga harus bermalam di Bacan selama 1 malam. Pada Selasa 24 Juni 2025, Tim Jawara Obira baru bisa berlayar ke Pulau Obi dan menempuh perjalanan selama 11 jam. Pada Selasa malam rombongan sampai ke Desa Kawasi, Kecamatan Obi. Ini adalah tempat bagi unit I Jawara Obira ditempatkan. 

Sedangkan unit II yang ditempatkan di Desa Soligi, Kecamatan Obi Selata. Mereka masih harus menempuh perjalanan darat yang sulit selama 1 jam 30 menit. Unit II ini sampai di lokasi pada Rabu 25 Juni 2025. Masalah segera mengadang tim karena sesampainya di sana. Jaringan internet putus total. Selama lebih dari 24 jam, mereka hilang dikontak. Situasi ini sempat membuat keluarga cemas bertanya-tanya.

“Satu-satunya tower rusak hingga tidak ada jaringan telepon atau internet sama sekali,” kata  Moza yang juga menjadi Ketua Subunit Desa Soligi setelah bisa dihubungi. 

Salah satu kendala lain yang dihadapi listrik di daerah ini juga hanya menyala pada malam hari. Tetapi semua itu tidak menghalangi semangat mereka untuk menjalankan berbagai program yang diusung.  

Masih banyak tim yang lokasinya jauh lebih menantang dari Tim Manyeuw Bacarita dan Jawara Oberia. Dan mereka benar-benar harus berjuang untuk bisa ditempatkan di lokasi-lokasi sulit. Tidak sekadar menjalankan KKN untuk mendapatkan nilai, tidak sekadar untuk mencari petualangan, tetapi sepenuhnya ingin berbagi dengan orang-orang pelosok negeri ini. Dua di antara mereka adalah Agus Adi Prayogo dan Septian Eka Rahmadi. Mereka adalah sebagian anak-anak muda pemberani dari Kampus Biru.